Part 35

4.4K 580 129
                                    

Happy reading..

---

Setelah hampir sebulan berlalu pasca keluar dari rumah sakit, akhirnya Bian dan Rafa bisa kembali beraktivitas seperti biasa lagi. Bian sudah mulai bekerja dari beberapa hari lalu, sedangkan Rafa baru mulai kemarin diberi ijin. Dan seperti biasa, Bian akan mengantar Rafa terlebih dahulu sebelum bekerja. Hari ini pun sama, Bian mengantar Rafa dulu sebelum berangkat ke rumah sakit.

"Sekolah yang bener, terus jangan sok-sokan dingin ke temen nanti nggak ada yang mau temenan sama lo," ucap Bian sebelum Rafa turun dari mobilnya.

Rafa yang tadinya hendak keluar, mengurungkan dulu niatnya. Ia masih tertarik menanggapi omongan Bian. Bagi Rafa, mengobrol dengan Bian itu walaupun sering menyebalkan, tapi mengasikkan juga.

"Apasih?! Nggak ada ya gue gitu. Gue itu ramah, taneman di pot aja gue sapa tiap pagi. Buktinya tiap hari berbunga-bunga," balas Rafa diiringi tawa setelahnya.

"Ngaco," ujar Bian ikut tertawa.
"Ngomong-ngomong, lo ada temen berapa di sekolah? Lo nggak pernah cerita," sambungnya.

"Ya lo nggak pernah nanya. Lagian, kayak anak TK kalo gue pulang sekolah terus langsung nyeritain apa yang gue alamin di sekolah," jawab Rafa.

"Terus, ada berapa temen yang deket sama lo?" ulang Bian.

"Enggak ada. Belum ada yang bener-bener deket," jawab Rafa.

"Yaudah nggak papa. Tapi kalo sekiranya lo butuh bantuan ya bilang aja ke mereka, pasti mereka bantu. Apalagi lo masih bisa dibilang murid baru. Ya, lo emang ada Bayu disini, tapi kan Bayu nggak selalu ada buat lo. Dia juga punya kewajiban sendiri sebagai guru."

"Iya," Rafa mengangguk, lalu mengulurkan tangannya pada Bian.

"Apa?" tanya Bian bingung.

"Mau salim, mau nggak?" Rafa mendekatkan lagi tangannya pada Bayu.

"Ooh, kirain apa. Ya mau dong, lo kan jarang-jarang mau salim gini kalo berangkat sekolah," Bian menerima uluran tangan Rafa untuk disalimi.

tumbenan,- batin Bian.

"Yaudah, Bian gue berangkat ya. Makasih udah nganter," pamit Rafa sebelum keluar mobil.

"Heh, semenjak sembuh lo balik manggil gue Bian lagi. Mana pangggilan Aa-nya?" ujar Bian lagi yang membuat Rafa kembali mengurungkan niatnya untuk keluar.

"Nggak ada."

"Halahh, pas itu aja manis banget manggilnya Aa sambil mewek. Duh, gemes banget gue dengernya, kayak liat anak balita nangis nggak di kasih balon," ucap Bian dengan entengnya.

Plakk!

Tangan Rafa tergerak memukul paha Bian dengan lumayan keras. Lalu menatap Bian dengan sebal. Bian yang mendapat pukulan itu memekik, pukulan Rafa itu lumayan pedas juga.

"Nggak usah ngatain!" omel Rafa dengan garang.

"Aishh.. Iya-iya," Bian mengusap pahanya yang masih terasa panas.

"Dulu gue khilaf, sekarang udah sadar lagi."

Rafa memalingkan wajahnya dari Bian. Pipinya terasa panas, ia malu.

Bian tersenyum menahan tawanya, Rafa itu lucu. Bian gemas sendiri melihatnya.

"Jangan gitu dong, udah bagus loh. Ayo, mana panggilan Aa-nya?" pinta Bian mengabaikan jika saat ini Rafa tengah menahan malunya.

"Ogah! Nggak ada!"

"Jangan gitu Raf," bujuk Bian lagi tak menyerah.

"Nggak ada! Udah ah, gue mau sekolah. Nanti malah telat kalo ngaledin lo terus. Bhay!" Rafa segera membuka pintu mobil dan turun.

Just Here ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang