Part 41

1.2K 205 40
                                    

Happy reading..



---

Hari ini berjalan dengan baik sebagaimana hari-hari sebelumnya. Seperti tak terjadi apa-apa, padahal malam berlalu dengan tangisan Rafa sampai tengah malam.

Sore harinya, Bian mengajak Rafa untuk keluar. Rafa awalnya menolak, malas dan lebih memilih untuk berdiam di rumah. Tapi akhirnya menurut karena paksaan dari Bian.

"Rafa, udah belum sih? Perasaan lama banget," ujar Bian lagi setelah beberapa kali ia memanggil Rafa agar keluar dari kamar.

"Iya bentar, sabar dong. Makanya kalo mau ngajak gue itu pas gue lagi mau, jadi gue geraknya cepet. Salah lo yang maksa gue padahal gue nggak mau. Gue kan jadi ogah-ogahan gini," balas Rafa dari dalam kamar.

"Lagian, mau kemana sih?" tambahnya.

Bian hanya memutar bola matanya malas, Rafa itu kebanyakan alasan. Sampai kemudian Rafa akhirnya keluar dengan dandanan yang sudah rapi.

"Ayo buruan, waktunya udah kebuang karena nungguin lo yang lama." Bian bangkit dari sofa dan mengambil kunci mobil di atas meja.

"Gue terus yang disalahin, heran." Rafa mengekor di belakang Bian dan berjalan menuju mobil yang sudah dari tadi terparkir di halaman rumah.

"Udah, cepet masuk."

Rafa tak membalasnya lagi, ia langsung masuk ke dalam mobil seperti perintah Bian. Kalau ia ngeles lagi, yang ada nanti mereka tak jadi berangkat.

Bian menghidupkan mesinnya dan mulai berlalu dari halaman rumah. Sempat berhenti sebentar untuk meninggalkan pesan pada Mang Udin, sebelum akhirnya melajukan mobilnya meninggalkan rumah.

Suasana mobil hening untuk beberapa saat, sampai akhirnya Rafa yang pertama bersuara dan menghidupkan kembali suasana mobil.

"Ini kita mau kemana? Lo mau ngajak gue kemana? Lo maksa banget tadi, padahal gue lebih milih tidur aja dari pada pergi gini."

Bian menoleh sebentar, lalu kembali fokus pada jalanan. Rafa itu kepo, anak itu pasti akan terus bertanya sampai mendapatkan jawaban.

"Kepo banget. Nanti juga lo tau," balas Bian.

"Dih! Tinggal kasih tau aja kenapa sih?! Nggak usah main rahasia-rahasia gitu, tinggal bilang aja."

"Ya biarin. Udah lo diem aja, nanti juga pas nyampe lo tau."

Rafa hanya mencebikkan mulutnya sebal, kekesalannya pada Bian semakin bertambah. Ia akhirnya hanya diam, menyamankan duduknya dan tak akan melawan jika kantuk tiba-tiba datang. Singkatnya, ia ingin tidur.

Sampai setelah beberapa menit berlalu, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Bian segera memarkirkan mobilnya dan beralih membangunkan Rafa yang rupanya benar-benar tertidur selama perjalanan. Padahal perjalanan tadi tak memakan waktu yang lama.

"Bangun, Raf. Udah sampe," ucap Bian membangunkan.

Rafa menggeliat, memandang sekitar dengan bingung sebelum akhirnya menyusul Bian keluar dan mengekor di belakangnya. Ia meregangkan kedua tangannya ke atas, pegal juga ternyata. Ia mengamati sekitar, sebuah tempat yang sudah sangat ia hafal.

"A, ini kita nggak salah tempat?" tanyanya seraya berjalan cepat untuk menyamai langkah Bian.

"Enggak. Emang kita mau kesini, kenapa?" balas Bian balik bertanya.

"Lo- jangan bilang lo mau ketemu Dokter Andre?!" Rafa mendongak, menatap tajam mata Bian dengan tangan menunjuk.

"Kalo iya kenapa?" balas Bian santai.

Just Here ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang