Part 7

6.5K 662 18
                                    

Happy reading..


---

Satu pekan telah berlalu, masih dengan kehidupan baru bagi Bian yang mulai membiasakan diri hidup bersama Rafa, anak yang sepekan lalu ia tolong.

Dan Rafa sendiri pun sama. Ia mulai terbiasa tinggal dengan Bian, orang yang nyatanya sama sekali tak ia kenali itu. Tinggal dengan Bian rupanya tak buruk juga, pikirnya. Ia benar-benar diurus layaknya adik bagi Bian. Selama beberapa hari terakhir ini juga, ia memakai baju Bian yang sudah tak muat untuk dipakai, tentunya pakaian yang masih layak pakai.

"RAFAA!! BURUAN TURUN SEKARANG JUGA, GUE BILANG!"

Teriakan Bian mengawali pagi di hari ini. Ia telah bersiap untuk pergi ke rumah sakit, hanya tinggal bersarapan. Namun, kegiatannya harus terjeda karena Rafa yang belum keluar dari kamar tamu- yang sekarang telah menjadi kamar anak itu, setelah beberapa hari lalu direnovasi.

"Iya-iya, ya ampun. Brisik banget lo pagi-pagi," sahut Rafa yang baru keluar dari kamarnya. Ia berjalan santai dengan tangan yang sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Ngapain aja sih lo?!" semprot Bian yang kini telah mendudukkan dirinya di kursi. Bersiap mengambil nasi goreng sebagai menu sarapan hari ini.

"Ya mandi, pake baju, dandan, de el el lah. Apalagi?!" jawab Rafa.

"Lama lo!"

"Ya biarin, yang penting gue ganteng."

"Iya, ganteng kalo dilihat sama orang yang make kacamata item."

"Yeuu, sirik aja lo!"

"Udah ah, ayo cepet sarapan. Gue buru-buru, nih."

"Ya tinggal makan, apa susahnya?"

"Susah karena lo lelet. Lo lupa? Hari ini lo harus ikut gue buat survei plus daftar di sekolah baru lo,"ucap Bian sebelum menyendok makannya.

"Emang harus pagi ya?"

"Ya pagi dong, nggak mungkin kalo malem!"

"Yaa, maksud gue kan bisa entaran aja. Agak siang, kek."

"Kalo siang, mereka pas istirahat. Rame, dan pasti berisik. Mending pagi, kan pas lagi KBM," jelas Bian.

"Terus, nanti gue ditinggal, gitu?" sela Rafa setelah menelan makanannya.

"Iyalah, masa harus gue tungguin, sih? Kan lo udah gede, bukan lagi anak SD,"

"Yaa, kok gitu? Malu, laa.. Temenin, dong. Yayaya, plis.."

"Enggak bisa. Hari ini jadwal gue penuh. Nanti lo gue titipin ke salah satu guru, dia temen gue pas kuliah. Jadi lo nggak usah parno gitu."

"Dititipin, emang gue barang?!" gumam Rafa yang masih bisa didengar oleh Bian.

"Gue denger loh."

"Iya iya. Nggak asik, ah."

"Ck! Jangan gitu, dong. Nanti gue jemput lagi, kok. Nanti gue suruh itu guru buat chat gue kalo lo udah selese."

"Hm.."

Bian menghela nafas. Setelah sepekan lebih ia hidup dengan Rafa, ia jadi mulai tau sifat Rafa yang sebenarnya. Rafa, bocah yang suka seenaknya sendiri tanpa aturan. Bocah yang sebenarnya itu manja, tapi tak pernah terima jika Bian meledeknya manja.

"Apa?!" sentak Rafa yang mendapati Bian tengah menatapnya.

Ah, satu lagi yang Bian tau dari Rafa. Anak itu ternyata lumayan galak.

"Enggak. Udah, lanjut makan lagi aja," sahut Bian.

"Udah kenyang, udahan aja ya?" Rafa menggeser mangkok berisi bubur itu kedepan. Ia masih diwajibkan mengonsumsi bubur untuk beberapa hari ke depan oleh Bian, semenjak ia sembuh dari sakitnya kemarin.

Just Here ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang