Happy reading..
---
Setelah Bian berangkat, Rafa membereskan bekas makan miliknya serta milik Bian ke wastafel dan mencucinya. Lalu setelahnya ia berlalu keluar rumah untuk menemui Mang Udin, berniat menemani beliau bekerja.
"Pagi Mang Udin," sapanya seraya mendudukkan diri di kursi plastik yang ada di depan Mang Udin.
Mang Udin yang tengah memakan pisang goreng langganannya itu sedikit tersentak kaget karena kedatangan Rafa yang tiba-tiba. Ia segera menaruh lagi pisang goreng yang baru ia makan setengah itu.
"Loh, A Rafa ngapain kesini? Harusnya Aa istirahat aja di kamar," ucap Mang Udin.
"Ah, sepi Mang di dalem. Mending disini nemenin Mamang tugas, rame liat orang-orang lewat. Uhh, apalagi ibu-ibu komplek yang ribet banget mau belanja doang, seru liatnya."
Mang Udin tertawa, "A Rafa ada-ada aja."
"Jangan panggil Aa deh, mang. Panggil Rafa aja, ya?" Lama-lama Rafa merasa tak enak dipanggil Aa, risih gimana gitu.
"Nggak enak atuh, A."
"Nggak papa Mang, daripada manggil Aa."
"Ehmm.. Mamang panggil dek Rafa aja ya? Mamang nggak enak kalo manggil nama langsung."
Rafa lantas mengangguk, "iya deh, nggak papa itu aja."
"Oiya, dek Rafa udah sarapan?"
"Udah. Mamang nggak sarapan di dalem, kenapa mang?"
"Mamang makannya nanti, ini lagi makan pisang goreng dulu."
"Pisang gorengnya Mbok Tuti ya mang? Wah, mamang setia banget."
"Gorengannya Mbok Tuti paling enak di komplek sini, dek."
"Rafa pengen nyoba, tapi takut nggak boleh," ucap Rafa dengan muka pengennya.
"Aduh, maaf ya dek. Mamang simpen dulu aja deh."
"Eh, nggak usah! Mamang makan aja, Rafa nggak beneran kepengen kok. Udah mamang abisin aja, abis itu tinggal sarapan di dalem," ucap Rafa yang jadi merasa tak enak sendiri karena ucapannya barusan.
"Nggak papa, mamang lanjut makan nanti aja. Sekarang mau nemenin dek Rafa ngobrol dulu."
Rafa hanya mengangguk, masih merasa sedikit tak enak.
"Dek Rafa mau masuk sekolah kapan?" tanya Mang Udin.
"Penginnya sih tadi mau berangkat, tapi sama Bian belum dibolehin. Yaudah, entah kapan mau sekolah."
"Nggak papa, dek. Kan nunggu dek Rafa pulih dulu, pasti nanti dibolehin buat sekolah lagi. Dan juga mamang baru kali ini liat A Bian seperti itu."
"Maksud mamang?"
"Iya, meskipun A Bian itu dokter, tapi sebetulnya pribadi A Bian itu agak tertutup meskipun terlihat ramah. A Bian juga jarang bawa orang ke rumah, kecuali temannya waktu sekolah. Selama ini juga yang paling sering main ke rumah itu Pak Bayu, gurunya dek Rafa itu. Kalau ada pasien, biasanya A Bian lebih milih bawa ke rumah sakit. Tapi, baru kali ini A Bian bawa dek Rafa pulang bahkan mau merawat dek Rafa. Dek Rafa beruntung."
Rafa terdiam mendengar penjelasan Mang Udin. Sedikit tersanjung karena ucapan Mang Udin yang mengatakan ia adalah orang yang beruntung mendapat perhatian lebih dari Bian.
"Tapi, kalo lagi ngobrol sama Rafa, kayaknya Bian orangnya lumayan gesrek juga, mang."
Mang Udin tertawa, "iya, sifat aslinya A Bian itu memang ceria. Tapi, semenjak perceraian kedua orangtua A Bian, A Bian mulai terlihat murung. Apalagi setelah kepergian Bapak yang meninggal tiga tahun lalu, sedangkan Ibu sudah menikah lagi dan tinggal di luar negeri. Makanya A Bian sekarang tinggal sendiri disini, ini juga rumah peninggalan Bapak."

KAMU SEDANG MEMBACA
Just Here ✔️
Художественная прозаTerkadang, hangatnya kekeluargaan nggak mesti didapat dari keluarga kandung atau saudara yang sedarah.. Karena orang lain juga bisa menjadi orang paling dekat, bahkan menjadi keluarga..