Part 19

4.8K 567 73
                                    

Happy reading..

---

Rafa segera menerima kembali handphone yang telah Bayu buka sandinya, ia langsung menuju ikon kontak, mencari nama Bian di antara banyaknya nomor orang yang Bayu simpan.

"Mau ngapain kamu tuh?" tanya Bayu yang sebenarnya tak terlalu peduli, ia hanya penasaran saja. Padahal, pandangannya tak lepas dari televisi.

"Nelpon Bian."

"Heehh??!" Bayu kaget, ia segera menoleh pada Rafa.

Rafa tak ambil pusing dengan respon Bayu, ia sedikit menjauh ke belakang sofa.

Bayu menatap heran pada Rafa yang tengah sibuk dengan handphonenya. Entah apa yang ia bicarakan dengan Bian, sampai harus sedikit menjauh darinya. Tapi yang namanya Bayu itu orangnya kepo, ia beralih pada sofa di depannya untuk menguping obrolan Rafa dan Bian di seberang sana.

Sementara Rafa, dengan semangat yang menggebu ia menunggu telponnya tersambung dengan Bian. Agak sebal karena Bian tak kunjung mengangkat telponnya. Ia berniat protes karena 'panggilan sayang' yang Bian berikan padanya yang ia dengar dari Pak Bayu.

"Heh! Lama amat ngangkat telpon doang!" ucap Rafa saat telponnya tersambung dan Bian menyapa.

"Apaan sih?! Demen banget ngomel lo ah. Kenapa?" balas Bian dari seberang sana.

"Lo ngatain gue apa ke Pak Bayu, hah?!"

"Apa?"

"Pura-pura amnesia lo?! Lo seenak jidat ngatain gue tuyul! Parah banget lo tuh! Lo itu sama kayak gue, gue tuyul berarti lo juga tuyul!"

"Hahahh ternyata itu.. Ya lo kan emang tuyul piaraan gue, gue pernah bilang gitu kan dulu.. Eh iya, ini lo kenapa bisa nelpon gue pake hapenya Bayu? Lo palak ya?!"

"IYA BI! HAPE GUE DI RAMPOK SAMA RAFA! HUWEE.."

Rafa mengatupkan kembali mulutnya saat teriakan Bayu mengambil alih ucapannya. Ia melirik sebal pada Bayu yang ternyata sedari tadi menguping pembicaraannya dengan Bian.

"Bapak nguping!" protes Rafa seraya mendelik sebal yang dibalas tawa oleh Bayu.

"Jangan gitu ah, Raf. Nggak sopan, loh."

"Ihh! Gue nggak ngerampok, orang cuman minjem. Pak Bayu ngaduan, ish!" Rafa kembali mendelik pada Bayu.

Bayu memeletkan lidahnya meledek, lalu kembali fokus pada acara televisi. Menyenangkan juga mengerjai Rafa, begitu pikirnya.

"Yaudah, balikin gih hapenya. Lo mau apa? Nanti pulangnya gue beliin."

"Emang gue boleh makan apa aja? Mending terserah deh, apa aja yang penting boleh gue makan. Emm.. Lo balik cepet aja yaa.."

Diam-diam Bian tersenyum disana. Rasanya menyenangkan. Karena semenjak ada Rafa, sekarang akan ada yang selalu menunggunya di rumah. Bahkan memintanya untuk pulang lebih cepat, seperti ucapan Rafa barusan.

"Okey.. Lo yang nurut sama Bayu, ya. Bi Inah lagi nggak bisa dateng. Lo jangan lupa makan. Bilang Mang Udin juga suruh sarapan. Nanti makan siangnya minta ke Bayu. Inget, jangan jajan sembarangan!"

"Iyaa.. Yaampun, gue nelpon niatnya mau ngomelin lo, kenapa malah jadi gue yang diomelin, sih?!"

"Yaudah, gue tutup yaa.. Gue usahain sebelum Isya gue udah di rumah. Bye."

"Hmm.. Papay.." Rafa segera menyerahkan kembali handphone itu pada Bayu. Lalu ikut duduk di samping gurunya itu.

"Ululuu.. Manis banget sih," ledek Bayu pada Rafa.

"Apa?!" Rafa melotot seraya melempar bantal.

"Enggak. Udah sana, suruh Mang Udin sarapan dulu. Nanti balik kesini lagi yaa," ucap Bayu.

"Bapak beneran nguping! Kepo banget, sih pak?!"

"Iya dong.. Udah, buruan sana.."

Rafa hanya mendengus sebal, lalu keluar menghampiri Mang Udin yang tengah mengobrol dengan bapak-bapak komplek.

"Mang Udin," panggilnya.

"Eh, dek Rafa.. Kenapa dek?" balas Mang Udin seraya menengok. Pun dengan orang yang duduk di depan Mang Udin.

"Eh, maap ganggu Mang.. Mamang belum sarapan, sana sarapan dulu mang. Bapaknya mau ikut sarapan juga?" Rafa beralih menatap bapak-bapak tadi yang tengah mengobrol dengan Mang Udin.

"Eh, nggak usah, dek.. Ini siapa Mang?" tanya bapak itu kepada Mang Udin.

"Eh, iya pak.. Ini si Rafa, kenalannya A Bian. Yang dulu saya ceritain itu," balas Mang Udin.

Rafa tersenyum canggung, lalu menyalami bapak itu.

"Wah, ganteng yaa.. Agak mirip sama Bian. Apa bukan adeknya, Mang?"

"Bukan, pak. A Bian itu anak tunggal, nggak mungkin dek Rafa ini adeknya," balas Mang Udin dengan tersenyum.

"Iya ya, saya lupa. Ya sudah, mamang sarapan sana, kebiasaan mamang sarapannya ditunda. Saya juga mau balik, takut dicariin istri," pamit bapak-bapak itu.

"Ooh, iya pak.."

"Ayo, mang.." ajak Rafa.

"Iya, ayo dek Rafa."

Keduanya berjalan menuju rumah, setelah sebelumnya Mang Udin menutup gerbang.

"Oiya mang, kata Bian Bi Inah nggak dateng hari ini," ucap Rafa.

"Loh, kenapa dek?"

"Nggak tau juga. Bian nggak bilang kenapa. Yaudah, mamang sarapan ya. Rafa mau sama Pak Bayu di ruang tengah."

"Iya, dek Rafa," balas Mang Udin, lalu mulai mengambil nasi goreng untuk bersarapan.

Sementara Rafa, ia kembali menuju ruang tengah untuk menemani Bayu. Agak terkejut saat mendapati Bayu telah berganti dengan pakaian santai, bahkan orang itu dengan santainya tengah tiduran di atas sofa.

"Pak?" panggil Rafa.

"Eh, Rafa.." Bayu hanya menoleh sebentar, lalu pandangannya kembali fokus pada televisi.

"Bapak kapan ganti? Terus itu baju siapa?" tanya Rafa heran.

"Baju saya lah, emang baju siapa lagi?" balas Bayu agak sebal, dari tadi Rafa curiga terus padanya. "Saya bawa baju ganti, tadi ganti di kamar mandi. Ya kali saya mau main pake baju formal, ya mubazir dong," lanjunya menjelaskan.

"Ooh, oke oke." balas Rafa singkat.

"Kamu tuh curigaan terus sih sama saya? Muka saya ada tampang nipu, apa gimana?"

Rafa tertawa, lalu ia mendudukkan dirinya di depan Bayu. "Iya pak, muka Pak Bayu tuh mencurigakan. Curiga-able, pak. Hahah.."

Bayu menatap masam pada Rafa, memang menyenangkan meledek Rafa. Tapi sayangnya, ia lupa kalau mulut Rafa itu sudah serupa dengan cabai, pedes. Anak itu akan membalas dengan omongan yang lebih nyelekit lagi. Harusnya Bayu ingat akan hal itu. Tak bisa Bayu bayangkan, Bian yang setiap harinya menghadapi sikap dan omongan Rafa. Tapi anehnya, tadi Rafa bisa langsung menurut dengan ucapan Bian. Ah, bisa Bayu pastikan, hanya Bian yang bisa menjinakkan Rafa. Bian itu pawangnya Rafa.

"Mulut kamu udah kayak cabe, Raf. Pedes banget sih omongannya," ucap Bayu.

"Weh, jangan salah Pak Guru.. Mulut kita serupa, loh pak. Mulut Rafa cabe, berarti mulut Pak Bayu juga cabe. Betul tidak?"

Bayu menggeleng, menyerah dengan sikap Rafa. Tak bisa Bayu bayangkan, apa yang akan terjadi dalam beberapa jam ke depan? Ia harus menghadapi sikap Rafa untuk seharian ini.

Bayu harus meminta upah untuk hari ini pada Bian, harus pokoknya.

---

Purbalingga, 16 November 2020
Re: 29 Januari 2022
Zaky_mai 💕

Just Here ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang