Part 1

10K 915 57
                                    

Happy Reading...

---

Pagi telah menyapa saat Bian terbangun dari tidurnya.

"Hoaamm.. Jam berapa nih?" Bian menatap jam dinding yang terpasang di atas pintu kamarnya. Matanya membulat mengetahui jam telah menunjukkan pukul 5 pagi.

"Waduh, telat sholat Subuh ini mah. Mana harus ke rumah sakit lagi. Aduuh kenapa jadi ribet begini sih." Ia segera bergegas menuju kamar mandi untuk berwudhu sebelum menunaikan sholat subuh.

Dan setelah selesai, Bian segera bersiap untuk pergi ke rumah sakit. Bukan untuk bekerja, melainkan untuk mengambil beberapa map yang perlu ia pelajari, sekaligus meminta izin agar ia di bolehkan cuti sebentar, mengingat di rumahnya kini ada pasien yang entah dari mana asalnya.

Bian menuruni anak tangga dengan tergesa, setelah sebelumnya mengecek keadaan anak itu yang masih terlelap di atas ranjangnya.

Sebelum melajukan mobilnya, Bian terlebih dahulu berhenti di samping pos satpam Mang Udin.

"Mang Udin," panggilnya.

"Eh iya A, kenapa?"

"Itu Mang, Bian kan mau ke rumah sakit, sebentar doang mau ngambil beberapa map. Jadi Bian mau nitip anak itu ya Mang. Bentar kok, abis itu Bian langsung pulang. Itu anaknya juga masih tidur Mang," pinta Bian yang langsung diangguki oleh Mang Udin.

"Iya A, Aa tenang aja," balas Mang Udin mengiyakan.

"Ya udah Mang, Bian berangkat ya Mang. Assalamu'alaikum," pamit Bian sebelum melajukan mobilnya.

"Iya A, wa'alaikumsalam. Hati-hati ya A," sahut Mang Udin sebelum menutup gerbang yang langsung diangguki oleh Bian.

---

Sementara di sisi lain, tepatnya di kamar tidur Bian. Anak itu mulai membuka matanya perlahan. Ia menyipit beberapa kali, menyesuaikan penglihatannya yang masih buram. Ia terbangun, mencoba menegakkan badannya untuk bersandar di kepala ranjang. Namun berakhir dengan ia yang memegang kepalanya yang berdenyut nyeri, lalu sesekali memijitnya pelan.

"Gue di mana?" ujarnya pelan dengan pandangan menyapu seluruh ruangan tempatnya berada. Ruangan yang luas. Sebuah kamar yang di dominasi oleh warna putih dan biru muda. Dan yang menarik perhatiannya adalah, banyak perlengkapan kedokteran di kamar ini.

"Ini kamar apa rumah sakit?" ujarnya lagi.

"Ini, apaan coba?! Kenapa segala gue di infus sih, ngeselin!" Ia membuka plester pembalut infusnya itu dengan pelan, sebelum akhirnya ia menarik infus itu dari lengannya dengan sangat pelan dan hati-hati.

"Tetep aja berdarah, perasaan gue udah pelan, gue kan udah ahli hal ginian," ujarnya dengan bangga, meski dengan suara yang masih serak. Bagaimanapun juga anak itu masih lemas belum bertenaga.

Merasa ada yang mengganggu, Ia meraba keningnya. Setelahnya, dengan kasar ia menarik benda itu dari keningnya. "Udah kayak bayi aja gue tuh, buat apa di pakein ginian," ujarnya kesal lalu membuang asal plester itu.

"Gue di mana sih?! Aneh banget perasaan," ia mencoba turun dari ranjang besar itu.

"Bodo amat lah, gue mau pulang aja. Lagian, kok bisa gue terdampar di tempat kayak gini sih, tujuan gue kan mau kabur ke rumah Opah, ya kan."

Meskipun anak itu masih lemas, tapi ia tetap memaksa untuk pergi dari kamar itu. Berjalan pelan menuju pintu kamar tersebut. Ah, sepertinya anak itu tipe pasien yang bandel.

"Buset dah, ini kenapa pintunya jauh banget si?!" gerutunya sebal.

"Apa guenya aja yang jalannya kayak siput yah?" lanjutnya lagi.

Just Here ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang