Part 15

5.9K 656 50
                                        

Happy reading..

---

Suasana di kamar rawat Rafa terlihat begitu tenang. Jam telah menunjukkan pukul delapan malam, dan Rafa masih terlihat nyaman dengan tidurnya. Anak itu hanya bangun untuk makan dan sholat, selanjutnya ia kembali memejamkan matanya untuk tidur.

Bian sendiri pun akhirnya abai, beberapa kali sudah ia coba bangunkan. Tapi, ya sudah lah terserah anak itu saja. Padahal Bian kesepian, berharap Rafa akan bangun dan mengobrol dengannya.

"Ck! Bangun kek Raf. Tega bener biarin gue kesepian gini," gumam Bian untuk yang kesekian kalinya.

Sampai akhirnya, ia tersadar bahwa ia ada jadwal visit lagi. Mau tak mau Bian harus pergi, meskipun itu dengan berat hati.

"Gue pergi dulu, yaa. Lo baik-baik aja disini, jangan petakilan!" ucap Bian. Sebelum berlalu, Bian menyempatkan diri untuk membenahi selimut Rafa dan mengusak surai hitam anak itu.

Beberapa menit berlalu, suasana masih tampak tenang setelah kepergian Bian. Rafa pun masih betah dengan tidurnya, tak ada tanda yang menunjukkan bahwa anak itu akan terbangun.

Sampai setelahnya, pintu kamar rawat Rafa kembali terbuka dengan brutal. Cukup membuat orang kaget sebenarnya, namun sayangnya Rafa masih tetap terlelap. Membuat dua orang yang tadi membuka pintu itu menatap heran.

Mereka adalah Juan dan Genta, kedua putra dari Dokter Andre. Seperti kata Dokter Andre yang mengatakan bahwa mereka akan datang malam ini. Dan disinilah mereka sekarang. Niat hati ingin menjenguk Rafa, nyatanya anak itu malah tertidur dengan nyenyaknya.

"Bang, tidur dianya.." ucap Genta, si adik.

Juan mengangguk, "tau, gue juga liat."

"Yeuu.. Eh, bangunin aja kali ya bang?" ucap Genta meminta persetujuan.

"Iyalah, bangunin aja. Ya kali mau kita tungguin nyampe bangun, nyampe subuh yang ada," balas Juan yang kini telah mendudukkan dirinya di kursi samping ranjang.

"Ampun bang, mukanya imut banget. Gue ragu dia udah SMA, si Papa bohong kali ya?"

"Enggak lah, ngaco! Beneran SMA nih anak."

"Yakin banget, lo?!"

"Yakin! Paling umurnya udah 16-17 tahunan. Tanya aja nanti, lah."

Genta hanya mengangguk, sementara tangannya sudah mulai beraksi dengan menoel-noel pipi Rafa. Cukup pelan, tapi ternyata Rafa cukup terganggu. Anak itu memang bukan anak yang sensitif pada suara, tapi Rafa itu sensitif terhadap sentuhan. Rafa menggeliat, sebelum akhirnya kembali memejam untuk melanjutkan tidurnya. Genta menghela nafas, caranya gagal. Padahal ia berniat membangunkan Rafa, tapi nyatanya anak itu malah kembali memejam.

Juan sendiri hanya menggeleng, memperhatikan adiknya yang tengah berjuang hanya untuk membangunkan Rafa. Padahal ia sendiri pun sama, tangannya tengah memainkan jari-jari Rafa yang terpasangi infus yang kini ditopang oleh bantal.

Sampai akhirnya, Rafa benar-benar terbangun karena merasa terganggu dengan sentuhan yang ia rasakan sedari tadi. Ia sebal karena acara tidurnya menjadi terganggu.

Rafa membuka matanya, beberapa kali menyipit untuk menyesuaikan penglihatannya. Sampai kedua netranya menemukan dua orang asing di samping kanan dan kirinya, ia membelalakan matanya. Dua orang dengan pakaian hitam, juga masker hitam yang mereka gunakan itu cukup membuat Rafa curiga bahwa mereka ada maksud buruk. Penculik, mungkin.

"HAAHH... KALIAN SIAPA?!! BIAN ADA PENCULIK! TOLOOONG..!!"

Genta dan Juan ikut terkaget dengan teriakan Rafa. Sampai-sampai mereka berdua reflek mundur. Menatap kaget pada Rafa yang juga tengah menatap keduanya dengan pandangan mengintimidasi.

Just Here ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang