Part 22

4.5K 589 55
                                    

Happy reading..


---

Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang, selepas makan siang di kantin Bian segera melajukan mobilnya menuju sekolah Rafa untuk menjemput anak itu. Kebetulan di jam ini ia tak ada jadwal, jadi ia bisa keluar menjemput Rafa.

Tak memakan waktu yang lama, Bian sudah sampai di depan gedung sekolah itu. Ia kemudian turun setelah memarkirkan mobilnya, berniat menghampiri Rafa di ruangan Bayu seperti pesannya pada Bayu untuk menahan anak itu bersamanya.

Bian sampai di depan ruang guru, ia bergegas masuk untuk menghampiri Bayu dan Rafa. Agak heran karena ruangan itu tampak sepi.

"Loh, mana Rafa?" tanyanya yang tak mendapati Rafa di tempat itu.

"Lagi jajan, sana samperin. Oh ya, gue ada rapat, jadi nggak bisa nemenin lo. Nih, jaket Rafa. Gue pergi dulu. Dadah.." Bayu tampak keteteran membereskan beberapa buku lalu beranjak dengan terburu, mengabaikan Bian yang tengah menatapnya bingung.

"Gue-"

"Lo langsung balik aja, gue ada rapat, jangan kangen yaa.."

Bian melotot mendengar ucapan Bayu yang masih tertangkap pendengarannya meski orang itu berlari. Kangen, katanya?!

"Ck, punya temen gitu banget, yaampun.." gumam Bian.

Pantas saja ruang guru itu nampak sepi, mungkin yang lain telah lebih dulu pergi ke ruang rapat.

Bian segera menyusul Rafa ke kantin, bersiap menyeret anak itu untuk pulang. Netranya langsung menangkap keberadaan Rafa yang kini berdiri di salah satu penjual cilok. Hanya anak itu sendiri, mengingat kebanyakan siswa sudah pulang.

"Rafa..!"

Anak itu menengok, sempat melotot kaget mungkin karena melihat keberadaan Bian.

"Eheh.. Selamat siang Dokter Bian," sapa Rafa dengan membungkukkan badannya, saat Bian berjalan menghampirinya.

"Jajan apa Raf?" tanya Bian dengan nada santai. Tapi lebih terdengar horor di telinga Rafa.

"Eh, in- ini mau beli cilok, eheh.." balas Rafa cengengesan.

"Ooh, cilok." Bian mengangguk, lalu beralih pada abang penjualnya. "Bang, nggak usah dibumbuin ya."

Rafa melongo, apa-apaan?!

"Iya mas," balas si abang cilok. Lalu menyerahkan sebungkus cilok tanpa bumbu itu pada Bian yang langsung ia bayar.

"Makasih mas," ucap si abang cilok yang diangguki oleh Bian.

Bian lalu beranjak meninggalkan kantin, masih dengan sebungkus cilok di tangan kanannya, sementara tangan kirinya menenteng jaket Rafa. Tak peduli pada Rafa yang mengekor di belakangnya.

"Yaish.. Gue ditinggalin," gumam Rafa seraya mempercepat langkahnya menyusul Bian yang sudah jauh di depannya.

"Bian.." panggil Rafa lagi saat mereka sampai di parkiran.

"Hmm.." Bian membuka pintu mobil, lalu masuk dan mengamankan jaket serta cilok itu di kursi belakang.

"Bian jangan diem dong," ucap Rafa yang masih berdiri di samping pintu mobil.

"Berisik ah, ayo masuk! Lo mau disitu sampe kapan?" balas Bian memerintah.

"Hihh!" decak Rafa kesal, namun segera menurut. Ia duduk di samping Bian dan memasang sabuk pengaman.

"Lo marah ya?" tanya Rafa lirih, terkesan hati-hati.

"Kenapa gue marah?"

"Yaa, karena gue jajan cilok kan?!"

Just Here ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang