Part 12

5.9K 654 78
                                        

Happy reading..



---

Sesuai rencana, kini Bian membawa Rafa ke rumah sakit dimana ia bekerja. Setelah sebelumnya memberi tahu dokter yang sebelumnya membuat janji dengannya bahwa ia membuat janji baru dengan rekan dokternya yang lain, yang tentu langsung disetujui oleh dokter itu. Hingga akhirnya kini mereka sampai di rumah sakit, berjalan menuju ruangan rekan dokternya itu.

Sementara Rafa sendiri, anak itu melangkah mengikuti Bian dengan ogah-ogahan. Ingatlah, dari awal Rafa itu menolaknya, tapi terpaksa harus ia setujui demi sekolahnya. Ah, tentunya juga agar ia tenang, karena Bian tentu tak akan lagi menerornya dengan menyuruhnya periksa.

"Bian," panggil Rafa yang mengekor di belakang dokter lajang itu.

"Kenapa lagi? Ini lo udah setuju loh, jangan sampe batal lagi," balas Bian.

"Enggak, ih! Negatif banget si pikiran lo sama gue,"

"Terus kenapa?"

"Harus banget ya diperiksa? Gue udah nggak papa kok, perut gue udah damai sentosa lagi. Cacingnya tuh kemaren demo, ada yang curang dari mereka. Makanya gempurin gue abis-abisan," ucap Rafa yang suka sekali membuat alibi itu dengan menunduk, menatap sepatu yang ia kenakan menapaki koridor rumah sakit.

Bian berhenti dan berbalik, menatap Rafa dengan senyum semanis mungkin. "Demo ya? Ya udah, karena kemaren demonya ricuh banget kan ya, jadi sekarang kita minta bantuan dokter buat nyiram pake gas air mata. Biar cacingnya kapok, nggak ada demo-demo gituan lagi,"

Rafa mempoutkan bibirnya, ia selalu kalah dengan Bian. Alasan seaneh apapun selalu Bian balas, dan pastinya akan selalu menyudutkan Rafa.

"Haishh.. Alesan gue belum diupgrade, selalu bisa diserang balik." gumamnya, lalu kembali mengikuti Bian yang kembali melangkah.

Sampai di ruangan dokter yang dimaksud Bian, mereka segera masuk setelah dipersilahkan.

"Selamat pagi dok," sapa Bian mengawali.

"Dokter Bian, silahkan. Selamat pagi juga."

Bian duduk di depan dokter bernama Andreas itu, dengan Rafa di sebelahnya.

"Jadi, ada apa ini? Sampai membuat janji segala," tanya Dokter Andre.

"Yaa, dokter itu kan sibuk, kalo nggak di bikin janji dulu ya susah mau ketemu,"

"Bisa saja, kamu Bi." Ah, Dokter Andre sudah menggunakan mode santainya. Memang, Dokter Andre adalah senior Bian. Mereka sudah sangat dekat dari dulu. Sampai kini umur Dokter Andre yang sudah mencapai kepala empat dengan dua orang putra.

"Saya serahin ke anaknya aja langsung dok, biar lebih jelas keluhannya," ucap Bian.

"Oh, ini Rafa yang kamu ceritain itu? Imut ya, mukanya. Cocok nih buat jadi adiknya Genta sama Juan,"

"Dokter jangan maruk, itu si Juan suruh nikah aja biar dokter dapet cucu yang imut,"

"Juan baru dua puluh tahun, Bian. Kamu yang lebih tua aja belum,"

"Nah kan, akhirnya kesitu lagi. Balik ke topik aja deh, dok. Ini gimana si Rafa?"

"Iya-iya Bi, kamu ini,"

"Eh, saya ada jadwal dadakan dok. Saya titip Rafa ya, dok. Nanti saya jemput lagi kesini," ucap Bian seraya memperlihatkan ruang obrolannya dengan salah satu rekan dokternya.

"Gue ditinggal?!" protes Rafa.

"Nggak papa, nanti gue jemput lagi, kok."

"Ya sudah, pergilah sana. Rafa aman sama saya, Bi."

Just Here ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang