Part 16

5.2K 617 72
                                    

Happy reading..

---

Satu jam berlalu, obrolan pun masih lancar mengalir. Dari obrolan serius, sampai dengan lelucon yang sesekali diselipkan. Genta dan Juan kini duduk lesehan di lantai yang telah digelari karpet, dengan berbagai makanan ringan yang mereka bawa tadi sambil menyaksikan acara televisi. Sedangkan Bian dan Dokter Andre duduk di sofa. Sementara Rafa sendiri, masih anteng duduk bersandar di atas ranjangnya. Anak itu awalnya ikut menonton televisi, tapi sekarang beda cerita. Badannya sesekali oleng karena ia yang terkantuk-kantuk saat menonton televisi. Rasanya masih ingin menonton televisi, tapi ternyata kantuk itu dengan kurang ajar menggodanya agar ia kembali tertidur lagi.

Bian yang awalnya terlibat obrolan serius dengan Dokter Andre, tak sengaja menolah pada Rafa. Anak itu terlihat lucu karena mencoba bertahan di tengah rasa kantuknya, tapi juga kasihan di saat yang sama. Berkali-kali menguap, bahkan matanya sudah memerah dan sedikit berair. Namun sepertinya, Rafa masih belum mau menuruti kantuknya itu.

Bian beranjak, berpamitan pada Dokter Andre untuk menghampiri ranjang Rafa. Sebelum akhirnya mendudukkan diri di kursi samping ranjang.

"Tidur aja, Raf," ucap Bian.

"Hmmmm.." Rafa bergumam, entah apa.

Bian menghela nafas, Rafa mode ngantuk ternyata menyebalkan juga. Dengan segera, Bian merubah posisi ranjang Rafa agar kembali ke posisi berbaring lagi. Juga membenarkan selimut anak itu, berharap agar Rafa lebih nyaman untuk tidur.

"Bi," gumam Rafa lagi.

Bian bergerak cepat menahan Rafa saat anak itu membalikkan badannya menyamping ke arahnya.

"Ck! Jangan miring gini, Raf. Ini nanti infusnya ketindih, gimana?!" omel Bian seraya membenarkan posisi Rafa agar berbaring terlentang.

"Hmm.."

Bian berdecak sebal. Untung Rafa tidur, jadi tak akan terkena amukan Bian yang sebetulnya tengah berapi.

"Sabar, Bi. Namanya juga ngantuk," ucap Dokter Andre yang sedari tadi memperhatikan Bian.

"Heuhh.. Sabar banget ini, dok!" balas Bian yang ditanggapi kekehan oleh Dokter Andre. Juga tawa dari Genta dan Juan yang ternyata juga ikut memperhatikan.

"Rafa bawa pulang aja, ayo Pa?!" ucap Genta tiba-tiba.

"Wah, boleh-boleh.. Tos dulu, Ta!" timpal Juan sambil mengangkat tangannya untuk ber-highfive.

Genta tersenyum senang dan menyambut tangan Juan dengan senang hati pula.

"Enak aja bawa pulang! Kayak yang bisa ngurus aja, lo Ta?!" balas Bian tak terima.

"Yang ngurus ya, Papa sama Mama lah. Kan gue bisanya ngerecokin, mas," sahut Genta dengan cengirannya.

"Yeuu, dasar! Nggak ada, nggak ada! Nggak boleh dibawa ini si Rafa."

"Pelit banget, mas Bian. Nanti juga dibalikin, kalo udah puas mainnya."

"Lo kata Rafa mainan, bisa dipinjem gitu?! Sembarangan aja."

"Eheh.. Lebih gemesin dari pada boneka, dia tuh."

"Ya intinya tetep nggak boleh! Kalo mau main ya lo main ke rumah gue, Rafa nggak boleh kemana-mana selain ke sekolah."

"Oya Mas, Rafa tuh kelas berapa?" tanya Juan ikut nimbrung.

"Di sekolah lamanya dia kelas 11 katanya, jadi ya besok dia masuk di kelas 11 juga."

"Masa sih?!" balas Juan tak terima, begitu juga Genta dan Papa mereka.

"Ya emang gitu. Umurnya 16 tahun, kalo kalian kepo juga."

Just Here ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang