Part 36

3.4K 623 112
                                    

Happy reading..

---

"Halo Yah, gimana kabar anak aku? Sudah lama Ayah nggak ngasih kabar lagi," tanya seseorang dari seberang telepon.

"Kamu tenang saja, anakmu baik-baik saja disini. Kamu hanya perlu segera menyelesaikan urusanmu itu, lalu pulang dan jemput anakmu. Dia sudah terlalu lama kamu tinggal," balasnya.

"Iya, Yah. Sebentar lagi aku pulang, jadi tolong tetap awasi anak aku, ya, Yah. Aku percaya, anak aku pasti aman sama Ayah."

"Iya, sudah-sudah. Bocah nakal itu sudah Ayah urus, rumah juga sudah aman. Jadi setelah kamu pulang nanti, kamu bisa langsung ajak anak kamu kembali ke rumah. Bagaimanapun juga, anak kamu itu hanya menumpang di rumah orang yang Ayah ceritakan itu. Dia masih kecil, masih harus dalam bimbinganmu sebagai seorang ayah, Ga."

"Pasti, Yah. Kalau bisa, aku ingin ajak dia pulang juga, Yah. Kasihan juga, dia hidup sendiri kan."

"Ah, itu urusan nanti, Rega. Yang terpenting kamu selsaikan urusanmu dulu dan langsung pulang. Anakmu juga belum tau masalah ini. Nanti saja, kalau sudah pas waktunya."

"Baik, Yah."

---





Bian melirik sekali lagi pada jam tangannya, lalu beralih pada jalanan yang kini ia lewati untuk mencapai sekolah Rafa. Sudah waktunya pulang, mungkin anak itu juga sudah menunggunya.

Sampai saat ia tiba di sekolah, Rafa sudah ada di depan gerbang seperti dugaannya. Anak itu sesekali tersenyum dan melambai menanggapi sapaan temannya yang lewat. Bian segera menghampiri Rafa dan membuka kaca mobilnya. Rafa sendiri langsung paham dan berjalan mendekat.

"Udah nunggu lama?" tanya Bian basa-basi. Rafa sepertinya kesal karena menunggunya.

"Enggak juga sih, cuman ya lumayan udah bisa bikin kaki gue kesemutan," balas Rafa.

"Kesemutan ya, itu mungkin kaki lo manis. Yaudah, ayo pulang."

Rafa mendecak seraya membuka pintu mobil. "Manis, lo pikir kaki gue permen kaki."

"Iyain aja napa sih."

"Hmm.."

Bian tak membalas lagi, ia mulai melajukan mobilnya meninggalkan pelataran sekolah.

"Lo nurut juga ya, nggak ngikut Bayu kayak kemaren," ucap Bian memecah keheningan.

"Pak Bayu ada urusan, udah pergi dari sebelum bel pulang."

"Lah, berarti kalo Bayu nggak ada urusan, lo bakal ikut lagi dong?!"

"Yaa, bisa jadi. Kan lumayan, nggak harus nunggu lo dulu. Lama loh," balas Rafa terkekeh setelahnya.

"Eishh.. Dasar."
"Oiya, mau mampir makan dulu?" tanya Bian menoleh sebentar pada Rafa, anak itu tampak lelah.

"Lo nggak balik ke rumah sakit, emang?" tanya Rafa balik.

"Itu gampang, yang penting lo makan dulu. Ayo, mau nggak? Kalo nggak ya kita pulang, tapi kelamaan nunggunya."

"Terserah lo aja deh, gue ngikut."

"Yaudah, mending makan dulu aja."

Rafa hanya mengangguk, lalu menyandarkan badannya dengan nyaman selagi menunggu mereka sampai.

---

Sore hari ini Rafa hanya duduk anteng di depan televisi. Tadi siang, Bian hanya mengantarnya pulang dan kembali ke rumah sakit lagi setelahnya. Terkadang Rafa bingung sendiri, ingin menanyakannya tapi tak enak pada Bian, takutnya itu menyinggung Bian. Bian seringkali mendapat ijin untuk menjemputnya pulang sekolah, bahkan juga ijin untuk tidak berangkat ke rumah sakit. Bukannya Bian itu seorang dokter, yang pastinya harus selalu siaga di rumah sakit. Tapi, seolah Bian bisa dengan bebas keluar masuk rumah sakit itu.

Rafa menggeleng, mengusir semua pikiran yang bermunculan di kepalanya. Ia beralih kembali pada televisi yang sempat ia anggurkan. Lalu kepalanya menoleh melihat jam dinding, jam empat lebih. Ia lapar, perutnya lumayan perih. Jadi ia bergegas menuju dapur, mencari makanan yang mungkin bisa ia makan.

"Ebuset! Ini kulkas sejak kapan isinya ganti jadi kayak kebon?! Susu, soda, jajan, kue, kenapa pada ilang semua?!" Rafa menatap tak percaya pada isi kulkas saat ini. Tak ada lagi makanan ringan, minuman kaleng, dan semua yang kalau Rafa ingat-ingat, itu makanan yang memang tak boleh ia konsumsi.

"Bian niat banget, emang. Terbaik!"

Rafa lalu beralih pada lemari yang selalu membuatnya kesusahan tiap kali ingin membukanya. Ia kembali mengambil kursi untuk dijadikan tangga agar ia sampai.

"Eiihh, ini mie sejak kapan ada?? Bukannya pas itu isinya cuman bubur bayi?" Rafa lagi-lagi heran dengan isi dapur yang sepertinya baru Bian isi ulang.

"Ngaco, di kulkas isinya kayak kebon. Giliran harta karun gini disimpennya di tempat tinggi. Pinter banget Bian, dikira gue nggak bisa ngejangkau kali."

Rafa lalu turun setelah mengambil satu bungkus mie instan, dan membawanya ke atas meja dapur. Berniat ingin memasaknya untuk ia makan.

"Sekali ini aja ya, A. Bener deh, besok-besok enggak bakal nakal lagi. Heheh.." Rafa terkekeh sendiri, lalu mulai membuka bungkus mie itu dan menyiapkan semuanya.

Setelah selesei, Rafa menatap semangkok mie yang baru saja ia masak itu dengan berbinar.

"Huaa, mie.. Udah lama banget gue nggak makan ini makanan, kangen banget gue tuh.. Mumpung Bian nggak ada, ish gue jadi mewek saking senengnya." Rafa mengusap matanya sok dramatis.

Ia lalu memindahkan mangkoknya ke meja makan yang ada di dapur. Bersiap menikmati mie pertamanya, setelah sekian lama tak pernah ia makan.

"Bismillahirrahmanirrahim.. Mie, yang baik ya di perut gue. Asik, hari ini gue makan-"

"Wahh! Ada mie.. Rafa baik banget bikinin saya mie."

Rafa menatap garpu berisi lilitan mie yang seharusnya sudah masuk ke mulutnya itu dengan tatapan kosong. Ia mendadak nge-blank. Mie hasil colongannya, telah direnggut paksa oleh Pak Bayu. Bahkan sebelum sempat ia mencicipinya sedikit saja.

"Enak lho, Raf. Makasih banget ini udah repot-repot buatin saya mie gini."

Rafa hanya diam, masih meratapi mie buatannya yang kini telah masuk ke perut orang lain. Mie yang telah susah payah ia ambil dengan tekad yang bulat untuk melanggar pantangannya.

Ia bingung, haruskah ia bersyukur karena dengan begini ia jadi selamat dari si grastoparesisnya, atau marah karena calon mie pertamanya gagal masuk ke pencernaannya.

"Pak Bayu emang paling bisa, deh pak."

"Eh, bisa apa?" sahut Bayu disela-sela menikmati mie.

"Bisa banget bikin emosi, hih! Tau ah, lagian Pak Bayu ngapain sih kesini?!"

"Tugas negara dong.."

"Tugas apalagi?!"

"Biasa, jagain anak tuyul. Untung nggak telat, kalo telat bisa dipecat."

"Apaan lagi sih, main pecat-pecat segala. Pak Bayu sama Bian emang sama aja. Sama-sama ngeselinnya!"

Diam-diam Bayu tersenyum sambil menahan tawanya melihat Rafa kini menggerutu sebal. Ia sengaja, dan ia ada disini atas permintaan Bian. Bian sudah memperkirakan ini sebelumnya, ia sudah mulai hafal kenakalan Rafa saat dirinya tak ada. Jadi meminta bantuan Bayu untuk mengawasi Rafa. Bayu yang kebetulan baru saja selesai dengan urusannya pun langsung mengiyakan, sama sekali tak keberatan.

"Nggak usah ketawa, pak."

Bayu menutup mulutnya menahan tawa. Rafa sedang dalam mode galak.

---


Selamat lebaran teman-teman, mohon maaf lahir batin yaa..🙏☺
Dan makasih udah baca, sampai jumpa di part selanjutnya..
•Republish, masih berlanjut. Jadi, sampai ketemu di part baru yg belum tau kapan bisa dipublish..

Purbalingga, 24 Mei 2021
Re : 04 Mei 2022
Zaky_mai 💕

Just Here ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang