Part 38

1K 201 62
                                    

Happy reading..



---

Pagi hari di rumah Bian, tak biasanya suasana rumah masih terlihat sepi. Jika biasanya ada Bian yang memasak di dapur dengan terus mengoceh membangunkan Rafa. Tapi pagi ini semua itu tidak terjadi. Rafa sudah dari habis subuh bangun dan bersiap, setelah di bangunkan oleh Bayu. Lalu Bayu sendiri kini ada di kamar sang sahabat. Itu semua karena Bian yang mendadak sakit. Menjelang subuh tadi, Bian terbangun dengan kepala yang terasa berat disertai pusing yang lumayan parah dan membuatnya kewalahan. Belum lagi suhu badannya yang menjadi naik. Jadi selepas sholat tadi, ia kembali ke tempat tidur dan membungkus dirinya di bawah selimut. Mungkin ia akan izin untuk tidak bekerja dulu hari ini.

"Lo tuh kenapa sih? Tadi malem aja masih sehat," ujar Bayu setelah mengganti kompresan Bian.

"Ya namanya juga sakit. Gue mana tau kalo datengnya hari ini," balas Bian dengan suara serak.

"Yaudah, lo istirahat dulu. Gue mau ngurus anak tuyul lo dulu, belum di kasih makan. Gue beliin bubur aja ya, sekalian buat lo juga."

Bian hanya berdehem dan kembali memejamkan matanya melanjutkan tidur. Membiarkan hari ini diurus sepenuhnya oleh Bayu. Ia hanya berharap, semoga Bayu tidak kerepotan.

Bayu sendiri beralih menuju lantai bawah, berniat keluar untuk menunggu penjual bubur keliling yang biasa lewat depan rumah Bian. Ia lalu menghampiri pos Mang Udin dan duduk di samping Mang Udin.

"Pagi Mang Udin," sapanya.

Mang Udin menoleh, agak terkejut dengan kedatangan Bayu rupanya.

"Eh, pagi Mas Bayu.. Mau nunggu mamang tukang bubur ya, Mas?" tanya Mang Udin.

"Iya, Mang. Saya nggak bisa masak, takutnya malah nambah parah kalo makan masakan saya. Jadi lebih baik ya mending beli bubur aja."

Mang Udin tertawa sebentar, sebelum kembali bertanya. "A Bian gimana, Mas? Nggak parah kan?"

"Enggak, Mang. Cuman demam aja, mungkin kecapean terus banyak pikiran juga. Jadi butuh istirahat dulu."

"Ooh, syukur kalo gitu."

Obrolan pun berlanjut, sembari menunggu penjual bubur datang. Sampai setelah Bayu mendapat apa yang ia inginkan, ia kembali masuk ke dalam rumah. Menghampiri Rafa yang rupanya sudah ada di ruang tengah.

"Raf, ayo sarapan dulu," ajaknya sambil terus melangkah menuju meja makan.

"Disini aja deh, Pak," balas Rafa yang tengah berkutat dengan buku dan tasnya.

"Yaudah, nih dimakan," Bayu meletakkan bubur milik Rafa di atas meja.

"Terus Pak Bayu mau kemana?" tanya Rafa heran karana setelahnya Bayu kembali bangkit dan beranjak pergi.

"Mau ke kamar Bian. Kamu makan sendiri dulu, nanti saya kesini lagi. Sebentar aja."

Rafa belum sempat mengangguk saat Bayu akhirnya memutuskan beranjak naik ke lantai atas.

"Apa ada yang gue nggak tau? Terus tumbenan Bian nggak bangunin gue, kenapa malah Pak Bayu?" Rafa menggeleng, memilih abai dulu. Ia harus segera bersiap.

Beberapa saat terlewat begitu saja dengan keheningan. Tak ada obrolan yang biasanya akan terdengar antara Bian dan Rafa. Hanya ada suara televisi yang mengisi kekosongan pagi itu, menggantikan Bian menemani Rafa.

Lalu Bayu datang, dengan pakaian yang sudah berganti dengan pakaian formal yang biasa ia kenakan untuk mengajar. Bayu mendekat dan duduk di sebelah Rafa, lalu meletakkan tas kerjanya di meja.

"Udah siap belum? Ayo berangkat. Hari ini kamu berangkatnya sama saya dulu ya," ucapnya.

"Bian kenapa emang, Pak? Tadi pagi juga tumben nggak bangunin aku, biasa juga semangat banget ngomel sambil ngoseng di dapur."

Just Here ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang