Part 45

808 108 11
                                    

🐣🐣🐣



Sudah hampir sebulan sejak pertemuannya dengan Pak Wijaya dan Papanya Rafa, hidup Bian berjalan seperti biasanya lagi. Terkadang Bian sampai lupa kalau Rafa awalnya bukan bagian dari hidupnya. Ia sudah terbiasa dengan adanya anak itu.

Semenjak itu pula, tak ada lagi kabar dari Pak Wijaya mengenai Rafa. Bian sampai mengira, mungkin mereka batal membawa pulang Rafa. Tapi kemudian di sabtu sore ini, saat ia sedang bersantai dengan Rafa di ruang tv, Pak Wijaya menghubunginya dan mengatakan akan datang malam nanti.

Bian hanya mengiyakan, mana mungkin ia melarang. Mungkin memang ada sesuatu yang sangat penting.

"Telfon dari siapa, A?" tanya Rafa yang sedang makan di lantai beralas karpet.

"Pak Wijaya, Opah lo nanti kesini katanya. Kayaknya ada yang penting yang mau dibahas deh."

Rafa, anak itu hanya mengangguk dan kembali menonton televisi.

"A, kalo nanti Opah kesini ternyata mau jemput gue gimana?" tanya Rafa tiba-tiba setelah beberapa saat terdiam.

"Ya nggak gimana, lo iyain lah, masa lo mau nolak."

Dalam hati Bian sebenarnya juga tak rela, tapi tak mungkin ia ungkapkan. Ia juga tak bisa menahan anak itu tetap bersamanya.

"Tapi-"

"Ah udah, jangan mellow gini. Habisin makannya, abis ini ikut gue jalan-jalan."

"Kemana?"

"Ya jalan-jalan, sekalian mau beli barang-barang rumah yang udah abis."

"Okey!"

Bian tersenyum, firasatnya mengatakan ini mungkin hari terakhirnya bersama Rafa. Entah benar atau salah, ia akan menghabiskan waktu dengan anak itu dulu sebelum terlambat.

Dan akhirnya mereka berangkat, naik motor ke alun-alun, taman kota, dan sekedar keliling menghabiskan bensin, benar-benar menghabiskan waktu sore di atas motor.

"Lo tuh aneh, kata jalan-jalan, ini mah naik motor ngabisin bensin," ujar Rafa saat mereka tengah duduk istirahat di taman.

"Berisik! Tinggal duduk di belakang aja banyak komentar. Lo gue ajak joging aja ogah-ogahan, apalagi gue ajak keliling gini," balas Bian.

Rafa tertawa, "iya juga."

Setelah puas jalan-jalan, barulah mereka pergi ke supermarket untuk belanja.

"A, beli jajan ya?" pintar Rafa saat melewati rak makanan.

Bian mengangguk, membiarkan anak itu memilih snack mana yang akan ia beli.

"Eh, jangan yang itu!" Bian mendekat, lalu merebut snack keripik singkong yang entah berperisa apa. Yang jelas, Rafa tak boleh memakannya.

Rafa sendiri hanya diam, menatap snack yang baru beberapa detik ia pegang kini diambil oleh Bian dan dikembalikan ke rak.

"Kalo ini?" Rafa mengambil snack lain, hanya asal ambil siapa tau dibolehkan.

"Jangan, itu pedes."

"Yang itu?" Rafa menunjuk ke rak bagian atas.

"Jangan, kebanyakan pewarna."

Rafa mendengus sebal, "nggak jadi lah, pulang aja."

Bian tertawa, "yaudah nih, satu aja."

Rafa menoleh, tak jadi beranjak. Ia menerima sebungkus snack keripik kentang rasa original ukuran sedang.

Bian tersenyum, anak itu tak jadi ngambek malah memeluk erat snack yang ia beri. Mungkin tak apa hanya satu bungkus, nanti juga ia bantu makan.

Just Here ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang