Part 37

4.1K 575 104
                                        

Happy reading..



---

Malam harinya, Bian baru menginjakkan kakinya di rumah setelah bekerja di rumah sakit. Dan selama itu pula, ia meminta tolong pada Bayu untuk menemani Rafa di rumah. Kebetulan Bayu dengan senang hati mengiyakannya.

"Sepi banget ini rumah. Harusnya sih rame, kan Rafa ketemu Bayu. Ini malah pada kemana?" gumam Bian setelah masuk ke dalam rumah, dan tak mendapati kedua orang itu.

Lalu langkahnya membawanya ke dapur, ia mengambil air minum di lemari es dan meletakkannya di meja pantry sembari mengistirahatkan badannya disana. Ia menuangkan air minum yang dingin itu ke dalam gelas dan meneguknya hingga tersisa setengah.

Tak berselang lama, Bian mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Ia menoleh, dan mendapati Bayu yang berjalan mendekati tempat dimana ia duduk.

"Lo dari mana? Gue pulang, rumah sepi banget. Rafa juga, dia dimana? Biasanya kalo kalian bareng itu pasti ribut, lha ini malah sepi banget," tanya Bian, bahkan sebelum Bayu mendudukkan diri di kursi sebelahnya.

"Ooh, ini gue abis dari kamar Rafa, tadi abis makan dia minta di temenin di kamar. Gue ajak nonton, tumbenan dia nggak mau. Nggak tau lah, mood dia gampang banget berubah. Sekarang anaknya udah tidur, tenang aja dia udah minum obat kok," balas Bayu menjelaskan.

Bian mengangguk, "bagus deh. Makasih lo udah mau nemenin dia, Bay."

"Santai aja. Lo sendiri gimana? Ada masalah? Muka lo surem banget perasaan," tanya Bayu.

"Enggak ada," balas Bian.
"Ah Bay, ada yang mau gue omongin. Kita ke ruang tengah aja, nggak enak kalo disini."

Bayu mengangguki ajakan Bian, lalu bangkit dan mengikuti langkah Bian menuju ruang tengah. Mereka duduk berseberangan, membiarkan hening menguasai mereka selama beberapa detik. Sebelum akhirnya Bian mulai membuka obrolan lebih dulu.

"Jadi, tadi gue di panggil sama Pak Wijaya lagi. Beliau ngajak ngobrol tentang Rafa, juga tentang kepulangan Ayahnya."

"Bentar-bentar. Maksud lo, Ayahnya Rafa?" sela Bayu bertanya.

"Iya, katanya Ayah Rafa bentar lagi pulang. Lo juga tau sendiri kalo masalah di rumah Rafa udah lama kelar. Katanya juga, beliau nggak enak kalo Rafa numpang terus di rumah gue. Takut gue kerepotan ngurus Rafa. Jadi Pak Wijaya minta Ayahnya Rafa buat pulang, sekalian jemput Rafa buat pulang ke rumahnya lagi. Tapi demi apapun, Bay, gue bener-bener nggak keberatan sama sekali ngurus Rafa. Gue bahkan sampai lupa kalo Rafa itu awalnya cuman numpang disini, gue udah terbiasa dengan keberadaan Rafa. Gue- gue, justru malah sedikit keberatan kalo Rafa harus pulang lagi ke rumahnya."

Bayu mengangguk, mulai paham dengan arah pembicaraan Bian.

"Bukannya bagus kalo Ayah Rafa pulang, jadi dia bisa ketemu lagi sama keluarganya. Dan lo harusnya juga ikut seneng."

"Iya, harusnya gitu."

"Bian, kita udah pernah bahas hal ini. Dulu malah lo duluan yang bilang, seandainya Rafa bisa dapetin alamat Opahnya lagi gimana. Lo tau, bahkan udah lo perkirakan sebelumnya kalo hal ini bakal terjadi. Apalagi setelah lo ketemu Opahnya, bahkan dimintain langsung buat jagain Rafa. Jadi, mau nggak mau lo harus siap dengan semuanya. Mungkin cuman sampai sini doang lo jagain Rafa, udah saatnya dia balik sama keluarganya lagi terutama Ayahnya."

"Gue, udah terbiasa ada Rafa. Dulu buat biasain diri dengan adanya Rafa bener-bener gampang banget. Kayak nggak ada apa-apa, padahal Rafa orang baru yang biasanya aja gue susah banget buat akrab. Tapi kenapa belum juga gue pisah sama Rafa, rasanya udah berat duluan, Bay."

Just Here ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang