Part 30

5.5K 713 78
                                    

Happy reading..


---

Pagi hari selepas sholat subuh, Bian mengajak Bayu untuk pergi ke kamar rawat Rafa. Semalam Rafa langsung dipindahkan ke ruang rawat sesuai perintah Dokter Andre, dan selama itu pula Dokter Andre yang menemani anak itu sekaligus memantau kondisinya, karena Bian yang juga masih berstatus sebagai pasien untuk dua hari ke depan masih harus banyak beristirahat. Sampai saat ia dan Bayu tiba, barulah Dokter Andre pergi.

"Dia tidur terus, ya Bay. Ini udah mulai terang padahal, tapi dia nggak bangun juga," ucap Bian.

"Mungkin dia lelah. Udah sih biarin Rafa istirahat dulu, nanti juga bangun. Lo jangan gangguin terus," balas Bayu yang duduk di sofa, sibuk dengan laptopnya. Ia memutuskan untuk membawa tugasnya ke rumah sakit, kebetulan hari ini dia tidak ada jadwal mengajar.

"Gue nggak ganggu, lo liat gue anteng aja duduk di kursi."

"Anteng badan lo doang, tapi tangan lo ngulah. Lepas nggak?! Lama-lama tangan Rafa bisa lo cakar tanpa sadar."

"Heh! Gue nggak seganas itu ya.."

"Iyain aja."

Bayu akhirnya mengalah, padahal ia sudah gemas dengan tangan Bian yang tak berhenti menyentuh, mengusap, bahkan menusuk-nusuk tangan Rafa hanya agar anak itu terbangun. Untung saja itu bukan tangan yang terpasangi infus.

"Eiy, kemaren Raina nanyain lo. Dia tau dari siapa lo kecelakaan?" ucap Bayu beralih topik.

"Lah, gue malah nggak tau. Udah lama banget kita nggak komunikasi. Ya, semenjak dia pindah."

"Iya sih, dia juga bilang gitu. Terus, hubungan kalian gimana? Sayang, Bi, cewek baik gitu."

"Yaa, kalo emang jodoh juga nggak bakal kemana. Terserah dia aja lah, gue nggak mau maksa."

"Okay.. Semoga kalian jodoh, sayang kalo enggak."

"Hm, do'ain yang baik-baik aja. "

Bayu hanya terkekeh, mendadak teringat dengan kisah Bian dan teman perempuan mereka, yang kini telah pindah ke kota lain. Kedekatan Bian dan Raina yang terjalin tanpa adanya status yang jelas membuat Bayu gemas. Ditambah sekarang mereka telah beda kota. Bayu jadi rindu masa-masa saat mereka kuliah dulu. Bayu lalu mengembalikan fokusnya pada tumpukan buku murid yang harus ia koreksi.

Tak lama setelahnya, Rafa mulai bergerak. Anak itu akhirnya bangun setelah beberapa kali mengerjap menyesuaikan penglihatannya yang memburam.

"Ah, akhirnya lo bangun," ujar Bian saat sadar Rafa sudah membuka matanya.

Rafa menunduk, menatap tangannya yang tertusuk jarum infus. "Kenapa diinfus?"

"Ya karena lo butuh," balas Bian singkat.

"Bukan itu! Aa pasti tau apa maksudnya.."

Bian menghela nafas, padahal ia sengaja ingin mengalihkan topik yang sebenarnya sudah ia duga sebelumnya.

"Dokter Andre yang minta, dan lo juga emang perlu dirawat. Lo makan sama minum obat cuman pagi kan, setelah itu lo nggak mau makan dan obat lo juga pastinya nggak diminum. Tadi malem lo demam, bahkan sampe mimisan. Ya jelas Dokter Andre ngurung lo disini, salah siapa nggak mau makan.."

Rafa hanya merenggut mendengar penjelasan Bian yang baginya lebih terdengar seperti omelan untuknya.

"Sekarang makan ya? Sarapan, setelah itu minum obat," Bian mengambil menu sarapan Rafa di atas nakas, yang diantar suster beberapa menit setelah ia dan Bayu sampai.

"Aa sendiri ngapain disini? Inget diri kalo situ juga pasien," ucap Rafa, ia baru sadar kenapa pagi-pagi seperti ini Bian sudah ada di kamar rawatnya. Belum lagi, penampakan sang guru yang juga menyita perhatiannya dengan tumpukan buku.

Just Here ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang