Sejak tadi saat Vanya keluar dari kamar. Aku gelisah dan bingung bagaimana cara mendapatkan izin dari Vanya. Otakku terus saja berputar-putar mencari cara agar bisa menyampaikan apa yang ingin aku katakan pada Vanya.
Kepalaku juga semakin berat setelah membaca pesan dari Tarisa yang ngotot ingi pergi ke Bali hanya berdua dengan ku. Saat sedang melamun, aku merasakan ponsel ku bergetar. Aku melihat nama Tarisa terpampang dengan jelas disana.
"Babe, gimana sih. Kok chat aku cuma di baca aja?!"
"Sabar dulu Tarisa. Dari tadi aku belum dapat momen dan alasan buat izin ke Vanya,"
"Ishhh, aku nggak mau tau ya pokok nya malam ini juga kamu harus dapat izin dan kita berangkat besok pagi. Aku udah susah-susah loh babe dapetin tiket yang berangkat nya pagi." Balas Tarisa disebrang sana.
"Iya sayang, iya. Aku usahain malam ini juga ya. Kalau gitu aku tutup dulu ya telfon nya. Takut Vanya keburu masuk," balasku dan langsung mematikan ponsel. Aku menatap Isyana yang sedang tertidur, lalu ku cium kedua pipi nya.
"Maafin papa ya nak," gumam ku setelah mencium kedua pipinya dan menatap wajah yang sangat mirip dengan Vanya.
Aku kembali merebahkan tubuh di samping kanan Isyana. Dan memejamkan kedua mata sembari mencari-cari alasan agar Vanya mempercayaiku.
Aku menggeliatkan badan dan membuka kedua mata. Aku melihat Vanya yang sedang mencium-cium Isyana. Aku menetralkan suara agar tidak gugup saat berbicara dengan Vanya."Lama banget di dapur yang. Ngapain?"
Vanya pun menoleh ke arahku. "Bikin martabak mini by. Kamu kok bangun? Lanjut tidur sana."
Aku menggeleng dan memilih menyandarkan punggung di kepala ranjang. "Udah nggak bisa tidur lagi yang,"
"Yaudah gabung aja sama anak-anak di ruang tengah. Saka, Tama sama Dana juga belum tidur mereka." Jawab Vanya.
Aku menggelengkan kepala.
Kami berdua pun saling terdiam. Vanya yang sibuk dengan Isyana sedangkan aku sibuk dengan pikiranku.
"Yang," ucapku memberanikan diri untuk membuka suara terlebih dahulu.
"Iya by?"
"Aku izin mau ke Bali tiga hari boleh? Evan ajak aku bisnis buka restoran disana." Ujarku lega. Akhirnya bisa mengutarakan nya pada Vanya.
Vanya menatapku terkejut lalu menganggukkan kepalanya. "Boleh. Emang kapan berangkatnya?"
"Besok yang jam 05.30,"
"Sepagi itu by?" Jawab Vanya dengan dengan nada terkejutnya.
"I-iya yang. Aku sengaja ambil jam terbang pagi," balas ku sedikit gugup.
Vanya menganggukkan kepalanya pelan. "Aku antar ke bandara ya by?"
Kedua bola mataku sedikit melebar. Dengan cepat ku geleng-gelenkan kepala. "Nggak! Nggak usah yang. Mending kamu di rumah aja jagain Isyana,"
"Gapapa by, mumpung masih ada mami sama bunda di sini. Aku bisa titp Isyana sebentar buat antar kamu." Balas Vanya memaksa agar bisa mengantarkan aku ke bandara.
"Sayang, nurut sama aku ya?" Ujarku dan menunggu jawaban dari Vanya dengan perasaan was-was. Aku menatap kembali ke arah Vanya dan tak lama kemudian Vanya menganggukkan kepala.
Senyum tipisku terbit. Dalam hati aku bersorak gembira. Tarisa, tunggu aku besok ya cinta!
Aku mengusap-usap kepala Vanya dengan rasa jijik. Jujur, aku mulai bosan dengan Vanya yang sekarang. Vanya sudah tidak secantik dulu, tubuh nya yang lurua seperti triplek itu membuat ku bosan saat bercinta dengan nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happy Family! [SELESAI]
General Fiction(Follow dulu sebelum membaca. Thank you💕) . . . . Sequel dari 'My Sweet Husband' Di sarankan untuk membaca cerita My Sweet Husband terlebih dahulu yaa. . . . Kalau nggak sibuk cerita ini akan up setiap hari❤ Start: 01 Desember 2020 Finish: 14 Febru...