Henry tiba di Northingham Manor saat hari sudah gelap. Hembusan angin malam mulai terasa dingin, hujan yang tidak berhenti sejak senja masih merintik. Dengan basah kuyup, pria itu memasukkan kudanya seorang diri ke dalam istal dan menyelimuti punggungnya dengan kain penghangat sembari menyiapkan jerami dan rumput. Selesai menghangatkan kudanya, dan juga dirinya, ia melanjutkan perjalanan ke tempat pencucian baju. Ia melepas rompi dan pakaian dalam berbahan linen, meninggalkan tubuh atasnya tanpa selembar kain pun. Beberapa pelayan wanita yang kebetulan sedang berbincang di sana lantas menundukkan kepalanya, suatu kejahatan bagi mereka melihat tuannya dalam keadaan seperti itu. Untuk menghindari seluruh pelayan di sana, Henry mempercepat langkahnya hingga sampai di tempat pencucian. Ia memasukkan bajunya, beberapa serbuk putih dan ekstrak bunya yang ditumbuk, lalu memutar katrol penggerak yang terhubung dengan rantai yang terikat pada ember kayu besar tempatnya mencuci. Ember itu mulai berputar, Henry sesekali menggosoknya dengan kedua tangan. Hal ini yang disukai Henry dari keluarga Collins, mereka bisa melakukan semua pekerjaan rumah, pekerjaan yang seharusnya hanya dilakukan oleh para pelayan. Saat ember kayu masih terus berputar, ia meninggalkan bangunan hanya untuk melihat kepulan asap yang membumbung tinggi dari pabrik cangkir tidak jauh dari kediamannya. Ini sudah gelap, namun mereka masih memanaskan tungku. Kicauan burung yang bertengger di dahan pohon appel seraya mengingatkan tugasnya di sana. Henry pun kembali ke dalam bangunan dan menggosok ulang pakaiannya. Ia melihat arloji sakunya lalu bergegas menjemurnya di dalam bangunan, mengingatkan seorang pelayan di sana untuk menjemurnya esok pagi. Ia berlari kecil menuju Northingham Manor, masuk lewat pintu belakang dan berjalan cepat menuju kamarnya.
Secarik undangan sudah berdiam diri di atas meja kayu yang dingin berjam-jam sebelum Henry mengambil dan membacanya di depan perapian kamar. Ia memakai pakaian dalam lalu melanjutkan kegiatannya, berkumpul di ruang gambar. Semua keluarga Collins sudah berkumpul dengan perapian yang menyala dan Marie yang duduk di dekatnya. Isabella terlihat menulis surat di meja tulis kala Eleanor merajut dengan bantuan Mrs. Collins. Di sampingnya, Mrs. Morris membaca sebuah buku Perancis dan suaminya, Mr. Morris berdiri di dekat jendela yang sedikit terbuka untuk menghirup cerutunya. Arthur dan William duduk malas di sofa. Keduanya menghabiskan satu sofa masing-masing, William menyilangkan kakinya dan menyandarkannya di tangan sofa sedangkan Arthur terlentang sembari melihat lukisan di langit-langit. Cukup dengan satu ketukan di pintu untuk membuat semuanya mengarahkan padangannya menuju pinta tempat Henry berdiri. Menyadari kehadiran Henry, Isabella buru-buru melipat suratnya dan memasukkannya dalam saku gaun.
"Kau di sini!" dengan kecerian khas ibunya, Mrs. Collins menghampiri dan memeluk anak sulungnya sembari menepuk punggungnya, "kami mencari mu sepanjang hari. Kau tokoh utama kali ini."
"Karena aku akan menjadi seorang adipati?"
"Benar sayangku." Mrs. Collins memukul kaki William, menyuruh anak keduanya untuk berbagi kursi dengan saudaranya, "ibu mendapatkan surat siang tadi. Kau tahu siapa yang mengirim?"
"Istana, pasar perjodohan."
"Sungguh? Ah sudah enam bulan sejak pesta dansa Istana. Waktu berjalan begitu cepat, bukan begitu Emma?"
"Iya." Jawab Mrs. Morris ketus. Ia akan selalu ketus pada Mrs. Collins apapun alasannya. Henry berjalan menghampiri Isabella, ia mengadahkan tangan di hadapan wanita itu.
"Berikan aku suratnya."
"Aku tidak mengerti yang kau maksud," kata Isabella pelan.
"Surat yang baru saja kau tulis, berikan padaku." Hangatnya perapian belum bisa mencairkan nada bicara Henry yang sangat dingin pada Isabella. Mau tidak mau, perempuan itu mengeluarkan surat dari saku lalu memberikannya pada Henry. Sepupunya membaca sedikit surat lalu memasukkannya dalam perapian selagi ia mengalihkan pandangan seluruh keluarganya dengan menceritakan niatnya dalam menanggapi undangan pesta dansa dan pasar perjodohan di Istana. "Aku akan membawa Eleanor bersamaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Isabella and The Duke (On Hold)
Historical FictionIsabella Collins; Seorang wanita yang mandiri, periang, dan cukup beruntung bagi seseorang yang hidup pada masa industrialisasi Inggris. 1863 bukanlah tahun yang baik kecuali karena ia dipertemukan kembali dengan keluarga terhormatnya dan hidup dala...