"Lembah katamu?" Isabella menaikkan rok gaun seraya berjalan melewati jalanan-jalanan yang tergenang. Di sampingnya, Mr. Foster hanya tertawa sembari menutup mulutnya dengan punggung tangan. Mereka dikelilingi oleh pertokoan dan asap-asap pabrik yang berada tak jauh dari tempat keduanya berjalan. Jelas itu bukan sebuah lembah, melainkan jalanan kecil di pusat ibu kota London. Meskipun Mr. Walter mengikuti kemana mereka berdua pergi, pria itu berjarak cukup jauh demi menghargai privasi dari pembicaraan keduanya.
"Kau tidak akan tertarik untuk ikut denganku apabila aku mengatakan yang sebenarnya," jawab Mr. Foster santai, "aku sudah mewarnai kamarmu dengan warna biru, bagaimana menurutmu?"
"Kamarku?"
"Benar, di Angerwood. Kau akan memiliki kamarmu sendiri kelak."
Isabella menyerah, pria ini benar-benar telah mempersiapkan segalanya untuk pernikahan mereka "Aku tidak menyukai biru."
"Oh sungguh disayangkan. Kali pertama aku mendapati Henry salah akan suatu hal."
"Kau—menanyakannya pada Henry?"
Sebastian menahan tawanya, "tentu."
"Baiklah, maka kau benar. Aku menyukai warna biru."
"Hey!" sikut Mr. Foster yang bergurau pada Isabella, "kau membenarkannya hanya untuk menegaskan bahwa Henry selalu benar?"
"Tentu tidak, Mr. Foster, aku hanya menghargai usahamu."
"Well, maka terima kasih?"
Isabella mengangguk sembari menyilangkan tangannya di dada dan terus berjalan. Ketiga orang itu berjalan melewati jalanan sempit hingga masuk di jalanan pedesaan. Aroma roti panggang dan selai sudah menggelitiki hidung Isabella. Ia memegang perut laparnya setelah mengingat bahwa ia belum banyak makan sedari pagi akibat terlalu sibuk mempersiapkan pernikahan Marie dan Baron dari Bilbury. Mr. Foster yang terus memainkan sarung tangannya menoleh saat Isabella berhenti di halaman depan toko kue.
"Hendak membeli sesuatu, Miss Collins?"
"Pie dengan susu hangat mungkin?"
"Lebih baik dari dugaanku, mari," Mr. Foster membuka lalu menahan pintu toko dengan kakinya sehingga membiarkan Isabella masuk. Saat Isabella sibuk memilih pie dan roti kering, Mr. Foster terus memandang jendela ke arah luar. Meskipun Mr. Walter berada di sekitarnya, namun kekhawatiran atas keselamatan hidupnya masih sangat tinggi. Hampir semua pengunjung di sana mengunci pandangan mereka pada sosok Sebastian. Dengan gaya berdiri, berpakaian hingga penampilannya yang rapi, mereka yakin bahwa ia tidak berasal dari tempat sekitar. Pelayan toko mempersilakan Isabella untuk duduk. Isabella mencari meja tanpa Mr. Foster yang masih terus memandang luar. Ia memilih untuk duduk meski pandangan pengunjung turut mengikuti kemana pun ia pergi. Mr. Foster yang menyadari Isabella sudah tidak di dekatnya, langsung mencari kemana wanita itu pergi.
"Tuan dan Nona," seorang wanita yang berpakaian lebih bersih dibanding yang lain menghampiri Mr. Foster yang baru menemukan Isabella. Wanita itu merupakan pemilik toko kue. Ia terlihat menahan kalimat di tenggorokannya.
"Ada apa?" tanya Mr. Foster.
"Kami tidak pernah melayani bangsawan seperti kalian maka—mungkin kalian dapat mencari toko lainnya jika tidak keberatan."
"Kami keberatan, istriku sudah lapar."
"Tapi tuan—"
"Sajikan saja yang biasa kalian sajikan, kami tidak akan menghakiminya," sambung Isabella. Mendengar itu, wajah pemilik toko terlihat sedikit lega. Ia permisi dan Mr. Foster duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Isabella and The Duke (On Hold)
Historická literaturaIsabella Collins; Seorang wanita yang mandiri, periang, dan cukup beruntung bagi seseorang yang hidup pada masa industrialisasi Inggris. 1863 bukanlah tahun yang baik kecuali karena ia dipertemukan kembali dengan keluarga terhormatnya dan hidup dala...