Setelah penjelasan panjang mengenai rumah itu, keempatnya memutuskan untuk berpisah. Christopher sudah memiliki janji untuk sesegera mungkin memeriksa penyakit apa yang diderita oleh Marie di hari yang akan datang atas permintaan personal Henry. Sebastian juga akan pulang bersama Henry dan Isabella setelah mendengar apa yang Isabella temukan di kamarnya mengenai Ernest, sebisa mungkin ia memiliki kertas tersebut sebelum siapa pun dari keluarganya menemukannya. Setelah berdebat panjang, akhirnya Isabella mengizinkan dirinya untuk duduk di dalam kereta kuda bersama Sebastian sedangkan Henry menunggangi kudanya sendiri kembali ke Lambeth.
Sang surya sudah mulai terbenam, tidak ada cahaya apa pun yang dapat dilihat Isabella dibalik tirai keretanya. Ia hanya menyenderkan kepalanya sembari menikmati kediaman di antara keduanya.
"Ernest adalah kakakmu?" Isabella terpaksa memulai pembicaraan karena ia tidak tahan untuk diam sepanjang perjalanan. Sebastian, yang sedang membaca kertas-kertas yang Ia bawa lengkap bersama dengan kotaknya dari kediaman Ernest, hanya melirik Isabella sekilas lalu kembali pada kertasnya.
"Aku tidak suka jika kau mendiamkan aku seperti ini. Sudah hampir dua jam, Sebastian."
"Tidak sepadan dengan perlakuanmu terhadapku di hari-hari yang lalu."
"Dasar tuan pendendam." Isabella menyilangkan kakinya dan mengambil salah satu kertas dari kotak di dekat kaki Sebastian, "Rowland."
"Apa?"
"Tidak, aku hanya menyebutkan nama kakak laki-lakimu."
Sebastian sempat memutar bola matanya sebelum ia menyadari sesuatu, "Rowland?"
"Nama tengah kakakmu." Isabella menurunkan kertas dari hadapannya dan mengamati Sebastian yang berpikir dengan muka bodoh khasnya, "Jangan bilang kau tidak mengetahui nama tengah kakakmu sendiri!"
"Sebentar, Rowland? Tunggu, aku memang tidak mengetahui nama tengah kakakku karena yang kutahu ia memang tidak memiliki nama tengah. Hanya dua suku kata, Ernest Foster."
"Oh ya Tuhan, kurasa kalian tidak akrab satu sama lain."
"Dasar nona sok tahu." Sebastian membalas. Ia melipat kertasnya sembari memikirkan perihal nama tengah kakaknya itu lalu memandang Isabella sekilas dan menaruh pandangan terakhirnya ke luar jendela, "Mengapa kau menarik Isabella ke dalam ini semua, Ernest?"
Sebastian mengamati tangan Isabella yang menggenggam sesuatu diluar kertas yang sedang ia baca.
"Boleh kulihat?" Sebastian memberi tangannya, meminta barang yang sedang dipegang Isabella. Isabella yang tersentak kaget itu tidak lantas memberikannya.
"Untuk apa?"
"Aku mengenal banyak cincin, Isabella." Mendengar itu Isabella memberikan cincin yang sedari tadi ia genggam ke pria di hadapannya. Sebastian mulai melakukan pengamatannya, dari batu safir hingga ukiran di sisinya.
"Milik keluarga Collins," ia memberikan kembali cincin itu pada Isabella, "sayangnya aku tidak dapat membaca sastra Inggris kuno. Padahal terukir suatu kalimat di sini." Sebastian menunjukkan ukiran itu pada Isabella.
"Bagaimana kau tahu ini milik keluarga Collins?"
"Oh Isabellaku, tidak mungkin ada seseorang yang dengan cerobohnya meninggalkan cincin wangsanya sehingga dapat dimiliki oleh pihak lain. Sudah pasti itu milik keluargamu, karena benda itu ada padamu."
Isabella menaikkan satu alisnya, merasa tidak percaya dengan pendapat si kepala parlemen. "Seseorang yang pintar dan terhormat sepertimu tidak akan mengeluarkan sebuah argumentasi sembarang terhadap sesuatu, Mr. Foster. Kuyakini bukan itu alasanmu mengatakan bahwa ini cincin dari keluargaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Isabella and The Duke (On Hold)
Historical FictionIsabella Collins; Seorang wanita yang mandiri, periang, dan cukup beruntung bagi seseorang yang hidup pada masa industrialisasi Inggris. 1863 bukanlah tahun yang baik kecuali karena ia dipertemukan kembali dengan keluarga terhormatnya dan hidup dala...