Henry menghentikan kudanya di halaman sebuah rumah bercat cokelat bata dengan gaya arsitektur khas Perancis. Semak- semak yang dibentuk sedemikian rupa agar terlihat seperti sebuah labirin, cukup untuk tempat bermain anak-anak kecil jika sang pemilik memperbolehkannya. Sebuah kereta kuda meninggalkan rumah sesaat setelah Henry menaruh kuda di sisi selatan rumah. Richard Foster.
"Mr. Collins datang berkunjung, tuan" Pelayan dengan periwigs dan coat berwarna merah maroon menyampaikan berita bahwa ada seorang pria yang sedang menunggu di luar ruang makan.
"Kau tidak perlu meminta izin untuk dirinya, persilakan ia masuk." Sebastian menaruh sendok dan menarik serbet di lehernya ketika Henry memasuki ruangan. Henry membaca waktu pada jam dinding besar di sisi kanan Sebastian dan menggelengkan kepalanya.
"Pukul sepuluh dan kau baru menyelesaikan makan pagimu?"
"Yap! Rutinitasku cukup berubah semenjak salah satu anggota parlemen tidak menampakkan dirinya dalam empat hari kebelakangan," Sebastian mengelap sisa makanan di samping mulutnya dengan kain berajut emas, "Ratusan surat masuk tiap harinya, dan aku kehilangan seseorang yang penting dalam menyortirnya." Sarkas Sebastian dengan memberi lirikan di matanya.
"Silakan duduk, Henry Collins."
"Terima kasih," Henry menarik kursi di hadapan Sebastian dan duduk, "Aku butuh duduk, bukan omelan dan sarkasme yang keluar dari mulutmu itu."
"Tehnya?" Sebastian menuangkan teh dari teko porselen berlukis mawar ke dalam cangkir dengan inisial S dilengkapi juga ukiran-ukiran dalam bahasa inggris kuno.
"Terima kasih, lagi. Wow. Lihat dirimu! Ada apa dengan tata kramamu?" Henry mencicipi teh yang paling buruk dalam hidupnya, sudah pasti Sebastian membuatnya sendiri.
"Aku membuat kue selai ini, kau bisa mencobanya. Oh, tehnya juga."
"Tidak dapat di ragukan." Henry menaruh cangkir dengan sisa teh yang masih sangat banyak, "Di mana ekspresi kebahagiaanmu? Calon kakak iparmu datang berkunjung dan kau menampilkan wajah seperti itu, Sebastian."
"Ha! Aku sudah menduganya, kau datang untuk membahas perihal itu."
"Tidak mungkin aku tidak membahasnya denganmu selagi setengah populasi London sudah mulai membicarakannya dan menyebarkan isu-isu yang buruk."
"Kurasa aku sudah terbiasa dengan fitnah-fitnah yang mereka tujukan padaku--"
"Tapi tidak dengan Isabella, Seb." sela Henry cepat, "Aku tidak akan bisa menerima fakta bahwa ia akan menjadi objek atas fitnah-fitnah dan isu buruk yang orang- orang pikirkan kepadamu."
"Lalu menurutmu aku akan membiarkannya?" Sebastian tertawa kecil, Henry hanya menilai tawa itu sebagai bentuk penghinaan ringan terhadap dirinya.
"Aku- dengan- berat- hati- mengizinkannya. Kau dengan Isabella."
Sebastian mengunyah kue nanas yang ia buat sendiri dan melepehkannya lagi di sapu tangan putih, "Henry, sudah berapa lama kau mengenalku?"
"Tergantung. Sisi mana yang kau tanyakan? kebaikanmu atau kebusukanmu?"
"—Tidak akan terjadi sesuatu yang sempat menimpa Georgiana Wilson, Henry, aku bersumpah padamu atas itu. Aku tidak akan menyakiti Isabella."
"Apa yang kau lakukan untuk membuktikan itu semua?"
"Bagaimana aku bisa membuktikan di saat kau bahkan tidak memberikanku kesempatan untuk membuktikannya?"
"Berteman denganmu saja sudah menjadi sebuah kesempatan untuk melihat pembuktian itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Isabella and The Duke (On Hold)
Fiksi SejarahIsabella Collins; Seorang wanita yang mandiri, periang, dan cukup beruntung bagi seseorang yang hidup pada masa industrialisasi Inggris. 1863 bukanlah tahun yang baik kecuali karena ia dipertemukan kembali dengan keluarga terhormatnya dan hidup dala...