Isabella menuruni tangga dengan semangkuk anggur hijau di tangannya. Sudah terlalu siang untuknya terjaga karena jam dinding sudah menunjukkan pukul sebelas pagi. Benar saja, sudah tidak terdapat siapapun di meja makan, ruang gambar, maupun ruang baca. Bahkan ruang kerja Henry pun terbuka lebar dengan beberapa pelayan pria yang sedang membersihkannya. Pesta dansa malam tadi benar-benar melelahkan; bukan dansanya melainkan beragam minuman serta cemilan nan lezat yang ia habiskan bersama Arthur semalam suntuk. Isabella berjalan menuju pekarangan belakang untuk menemukan Arthur yang sedang memandikan beberapa kuda miliknya, William dan Henry, sedangkan Eleanor terlihat sibuk mencicipi beberapa makanan di dapur masuk dengan ditemani oleh pelayan wanita.
Isabella memanjat satu-satunya pohon ek di halaman belakang dan duduk pada dahannya yang kokoh. Ia meluruskan kaki selagi mulutnya terus mengunyah buah anggur yang kian waktu kian berkurang. Dari sisi lain rumahnya, ia dapat mendengar teriakan William dan beberapa pria lainnya yang asyik memanah. Mr. Foster benar, dari ketinggian ia dapat melihat semuanya dengan jelas bak ia sedang berdiri di atas balkoni dan memerhatikan seluruh tamu tanpa diketahui; itulah yang ia lakukan saat ini, memerhatikan seluruh manusia yang tinggal tanpa diketahui.
William dan beberapa rekannya berjalan bersama menghampiri Arthur dan memukul kepala saudaranya itu dengan busur panah, "kaki kudaku masih kotor, lihat itu!" William menunjuk kaki belakang kuda putihnya dengan anak panah sebelum memukulkannya pelan pada punggung Arthur.
"Miss Smith harus memakai korset lebih kencang, ia terlihat gemuk malam tadi!" ledekan itu disambut tawa oleh kurang lebih lima rekan prianya yang beberapa diantaranya terlihat mendekati para pelayan wanita di sana. Isabella mencari kerikil kecil namun nahas ia tidak menemukannya. Padahal William adalah sasaran yang tepat bagi lemparan jitunya yang sudah lama tidak ia latih.
Matahari semakin terik, posisinya tepat pada angka jarum jam dua belas: tepat di atas kepala. Beberapa kusir mulai menyelimuti punggung kuda dengan kain dan mengajak mereka kembali ke dalam istal cokelat yang besarnya tak jauh dari kamar Isabella. Arthur melepas rompi dan menggantungkannya pada tali jemuran yang membentang panjang. Ia duduk pada ayunan yang terikat pada dahan kokoh pohon ek.
"Psst!" panggil Isabella dari atas.
"Kau mengagetkanku!" Arthur teranjak, "apa yang kau lakukan di atas sana?"
"Tujuanku memang mengagetkan kalian semua" kekeh Isabella, "tidak ada yang kulakukan, hanya menyendiri di sini."
Arthur mengangguk lalu ikut bergabung, ia memanjat pohon lebih lambat dari Isabella namun saat ini keduanya berada pada dahan yang sama, "kau benar. Anginnya terasa sejuk dari sini."
"Aku melihat apa yang William lakukan padamu tadi"
"Oh, ya. Dia memang menyebalkan."
"Kenapa tak kau lawan?"
"Tidak ada gunanya. Melawannya hanya akan berakhir sama seperti jika aku melawan Henry. Hanya saja William adalah versi bodoh dari Henry."
Isabella tertawa keras, "rasanya nyaman mendengar komentar jujurmu mengenai William."
"Kau tahu, melawan Henry akan membuatku terlihat bodoh karena: pertama ia selalu benar, dan kedua ia tidak suka didebat. Begitu pun jika aku melawan William, aku terlihat sangat bodoh karena: aku melawan orang yang sama-sama bodoh."
"Kau benar. Terkadang yang kupikirkan adalah, mengapa Henry selalu benar?"
Arthur bersiul sembari menyandarkan punggungnya pada ranting di dekatnya, "karena belum ada yang berani membuktikannya salah." Mendengar itu membuat Isabella lantas terdiam. Keduanya terdiam cukup lama sembari menikmati angin sepoi-sepoi yang membawa kantuk kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Isabella and The Duke (On Hold)
Ficción históricaIsabella Collins; Seorang wanita yang mandiri, periang, dan cukup beruntung bagi seseorang yang hidup pada masa industrialisasi Inggris. 1863 bukanlah tahun yang baik kecuali karena ia dipertemukan kembali dengan keluarga terhormatnya dan hidup dala...