Chapter LIII

1K 148 49
                                    

 "Jadi kau menggunakan pelayan pribadi Isabella untuk memata-matai Sarah? Dan mengajaknya masuk ke dalam kamarmu?"

"Aku terpaksa, semenjak sadar bahwa tidak mungkin mengawasinya dengan diriku sendiri. Tidak mungkin mengunjungi kediaman para pekerja hanya untuk berbicara dengan wanita sepertinya. Tidak selagi Isabella terus mengawasi gerak-gerikku setelah memanggilku pria sinting."

"Terus terang, kau sangat berani, Henry, dan Isabella ada benarnya—kau sinting."

"Aku belajar darimu—mengajak wanita masuk ke kamarku dan juga menjadi sinting."

"Senang bisa menjadi gurumu dalam hal ini," Mr. Foster membenahi posisi duduknya. Saat ini ia sudah diperbolehkan meninggalkan ranjang hanya untuk sekadar melangkah menuju meja tulis, itupun harus dengan bantuan Mr. Walter.

"Sejak kapan kesintinganmu ini bermula?" Mr. Foster menggaruk ujung hidungnya yang kemerahan. Matanya yang sembab terlihat berat dan suntuk. Lebih dari seminggu ia terkurung di kamar ini, berdua dengan Walter yang sesekali pergi untuk menghirup udara segar. Sialnya ia tidak bisa melakukan itu. Meskipun menurut dokter Istana luka di sekujur tubuhnya sudah membaik, serta lebam yang mulai memudar, pendirian Mr. Foster untuk melangsungkan pernikahan di Northingham Manor tidak dapat lagi diganggu gugat. Ia akan menjawab ketus siapapun yang mempertanyakan keputusannya tersebut; ia membentak Walter dan mengusir Mr. Moore ketika hakim itu berkunjung usai sidang.

"Setelah semua orang memandangiku dengan pendapat penuh kecurigaan seperti akulah yang menghamili wanita itu. Aku bahkan tidak tahu nama keluarganya, bagaimana mungkin aku menyentuhnya."

"Kau—mungkin saja menyentuhnya. Karena tidak harus mengetahui nama keluarganya untuk bisa tidur dengannya. Lagi pula siapa yang peduli, ia hanya pelayan rumah dan kau seorang adipati. Mereka akan mendengarkanmu dibanding seorang pelayan."

"Kau sama saja dengan Isabella."

"Benarkah? Akhirnya aku memiliki satu kesamaan dengannya" sindir Mr. Foster.

"Penuh dengan prasangka buruk" cemooh Henry.

"Terima kasih," tukas Mr. Foster. Ia menyadari bukan waktu yang baik untuk beradu argumen dengan Henry; selain ia akan menikah besok di kediaman sang lawan bicara, memperkeruh suasana hati Henry di hari yang buruk juga akan membuat kesintingannya melampaui batas. Ditambah, adipati muda itu harus berhadapan dengan hakim empat hari yang akan datang. Mr. Foster bersiul, lalu menambahkan, "mungkin kau bisa meyakinkannya bahwa kau tidak melakukan perbuatan yang dianggapnya tercela."

"Perbuatan itu tidak tercela menurutmu?"

"Tidak begitu" jawab Mr. Foster santai. Ia mengelap keringat di tengkuknya dengan sapu tangan yang baru diganti Mr. Walter dengan yang baru.

"Apabila meyakinkan seseorang semudah yang kau katakan, harusnya setengah populasi London tidak lagi berprasangka bahwa kaulah yang membunuh Georgiana Wilson, setelah semua usahamu untuk meyakinkan mereka di pengadilan—melalui pamflet penuh omong kosong atau pun melalui juru bicara istana yang mungkin disuap oleh ayahmu."

Niat baik Mr. Foster untuk meredam perdebatan nampaknya tidak disambut baik oleh sang lawan bicara. Pria itu berdeham untuk memendam emosinya yang sebenarnya bisa meledak-ledak.

"Omong-omong aku tidak memanggilmu kemari tanpa sebab. Ada yang ingin aku bicarakan."

"Sudah selesai dengan basa-basinya?"

"Sudah, terima kasih." Mr. Foster mengabaikan segala jawaban sarkas Henry guna menenangkan hatinya sendiri. "ini mengenai perserikatan gelap."

Henry tertarik dengan topik pembicaraan kali ini; terlihat dari usahanya untuk menegakkan posisi duduknya sehingga badannya dapat lebih condong ke arah Mr. Foster.

Isabella and The Duke (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang