Chapter XIII

2.9K 323 14
                                    

Sudah lima hari Isabella mempersiapkan segalanya, buku-buku novel dan syair bertumpukan di atas meja tulis di ruang baca, dan dirinya yang semakin tidak siap menyambut pesta baca puisi di Northingham manor. Ia membolak-balikkan kertas tanpa menemukan inti perkataan si penulis. Para pelayan sudah sibuk mempersiapkan dekorasi, merapikan penataan sofa, mengelap Chandelier, mengganti alas meja tak lupa dengan tirai, mengganti balok kayu dan menyalakan perapian. Kekecewaan Eleanor hilang saat Henry mengumumkan bahwa Isabellalah yang akan membacakan karya sastra miliknya, perempuan itu jauh lebih antusias melihat kakaknya membaca puisi dibanding penyair terbaik di daratan Inggris. Penjaga halaman mulai mencairkan salju di sekitar tanaman Paman Louis, setidaknya para tamu dapat melihat kehijauan di Northingham Manor.

Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore dan Isabella sudah siap dengan penampilannya. Saat ringkikan kuda saling bersahutan, ia yakin bahwa para tamu sudah hadir di bawah. Ia menuruni tangga, mencoba menenangkan jantungnya yang berdegup sangat kencang. Ia takut akan semua kemungkinan yang terjadi; pertama ia tidak pandai dalam sastra, kedua ia tidak mempunyai substansi sastra yang layak untuk dibacakan di hadapan tamu Henry, ketiga ia yakin bahwa pria paling sok itu akan menjadi tamu istimewa sepupunya. Dan jika ketiganya menimpa di waktu yang sama, Isabella tidak tahu bagaimana harus menyikapi.

"Mr. Hougham!"

Pria dengan segelas teh di tangannya itu menoleh dan tersenyum, "Halo Miss Collins."

"Kau-hadir. Oh lihatlah, kau hadir." Isabella mengulang kalimatnya berulang-ulang kali, merasa tidak percaya bahwa pujaan hatinya akan melihatnya membaca syair sore ini.

"Mr. Collins mengundangku. Er, ia mengundang hampir seluruh anggota sidang parlemen. Jadi aku pasti akan diundang olehnya. Aku tidak melihat seorang penyair maupun novelis di sini, apa ia akan telat?" Hougham mencari sosok yang menjadi bintang dalam sebuah pesta baca puisi.

"Karena Isabellalah yang akan membacakannya. Mr. Hougham," Eleanor memberi salam, "Senang dapat bertemu denganmu lagi."

"Benar Miss Collins. Ini kali pertamanya aku memasuki Northingham manor, dan aku mengagumi arsitektur pamanmu atas kediaman ini. Isabella, aku tidak menyangka kau berbakat dalam sastra."

"Ah," Isabella terkekeh, bagaimanapun juga ia tidak mau Hougham mengetahui tidak sempurnanya ia dalam mengenal sastra, "Aku masih belajar." Sebuah kereta kuda besar memasuki halaman Northingham, semuanya bersorak dan Isabella meyakini bahwa itu adalah tamu yang paling istimewa di pesta ini karena Henry mengingatkannya berulang kali mengenai pria ini. Paman dan bibinya bergegas menyambut sang tamu di pintu masuk. Pria itu tinggi, dengan mantel beludru berwarna hijau lumut dan topi tinggi, ia menjabat tangan Louis dan istrinya. Bisa Isabella simpulkan bahwa lelaki itu mungkin seusia ayahnya, bahkan lebih tua jika dilihat dari kerutan-kerutan di kening dan sekitar hidungnya. Aksennya benar-benar Inggris, tata krama dan sopan santunnya sangat tinggi. Di belakang pria itu juga ada seorang wanita dengan gulungan rambut cukup tinggi, mantel merah mawar dan sarung tangan hitam. Wajahnya terlihat sangat arogan saat si pria memperkenalkannya pada Mr dan Mrs. Collins di halaman depan. Isabella hanya dapat melihatnya dari kejauhan dan berbisik pelan pada Eleanor, "Wajah wanita itu sangat tidak menyenangkan." Kedua tamu istimewa itu digiring menuju ruang perapian, ruang khusus tamu-tamu penting Mr. Collins. Isabella senang mendengar tutur kata pria tua tersebut, ia bisa meninggikan derajatnya tanpa menjatuhkan pasangan Collins di sana. Diksinya sangat halus, raut wajahnya dapat tergolong tenang. Menyadari Isabella dan Eleanor di ruangan yang sama, pria itu mengalihkan padangan pada keduanya.

"Apakah ini sang sastrawan yang akan membacakan syairnya?"

"Ini keponakan saya, anak dari Thomas Collins dan ia bukan seorang sastrawan." Louis mengenalkan kedua ponakannya pada si tamu. Menerima hormat dari Isabella dan Eleanor, pria itu kembali duduk. Menggerakkan jari telunjuk meminta Isabella untuk menghampiri.

Isabella and The Duke (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang