Chapter XXII

2.5K 229 9
                                    

BAB XXII

Arthur, dengan muka masamnya, masuk untuk mengikuti pembelajaran piano secara paksa dengan guru yang sama yang selalu Isabella lihat memarahi William tanpa mempertimbangkan kedudukannya sebagai anak dari seorang Adipati. Eleanor spontan menghentikan lembaran buku yang ia baca dan meluangkan waktu untuk melambaikan tangannya pada Arthur dengan maksud memberi semangat, yang hanya dibalas senyum kecut dari Arthur. Arthur duduk memunggungi Isabella yang berdiri di samping perapian. Si guru itu masuk membawa tongkat kayu kecil dengan karet diujungnya, dengan rusaknya ujung karet, Isabella memastikan bahwa barang tersebut dipakai untuk menghukum murid-muridnya. Wanita tua itu membenarkan kacamata kecil berkaca gelap dan menunjuk Isabella tajam.

"Kau!" melihat tanggapan kaget Isabella, ia menghaluskan suaranya, "Tolong buka jendelanya. Sepupumu berkeringat jika sudah tiba watunya untuk mempelajari apa yang harus ia pelajari." Wanita tua itu terdengar ketus, namun Isabella masih mencoba untuk mencari kebaikan wanita itu selagi ia sibuk membuka empat jendela besar di hadapan piano hitam besar. Mrs. Morris masuk dengan satu nampan berisi teko dan secangkir teh yang sudah diisi. Ia tersenyum manis kearah Isabella dan Eleanor, "Maaf, bibi tidak mengetahui kalau kalian berdua di sini." Ia mengarahkan telunjuknya dari Isabella menuju Eleanor bergantian. Ia mengambil posisi di samping Eleanor dan memeluk nampan yang ia bawa di dadanya.

"Mrs. Pipe adalah guru terbaik di Inggris jika kita membicarakan tentang tata krama." Kata Mrs. Morris kepada dua keponakan perempuannya di sana.

"Anne. Aku tidak suka dipanggil dengan nama belakangku." Wanita tua itu berjalan memutari Arthur, yang dengan kakunya menekan tuts piano sehingga menimbulkan suara yang tak karuan sedari tadi, dengan mengetukkan tongkatnya ke piano hitam di sana. "Kau tidak menaruh perhatianmu dalam pembelajaranku, Mr. Collins." Ia berhenti dan berdiri tepat di belakang bahu sebelah kanan Arthur. Selagi ia menaruh tangan kirinya di bahu kanan Arthur, tangan kananya memberi isyarat agar ketiga wanita di sana segera meninggalkan ruangan.

"Kau mengusir kami?" Tanya Isabella yang langsung dibalas dingin oleh Anne.

"Aku meminta kau meninggalkan kami. Segera." Isabella segera mengentakkan sepatunya keras, sengaja agar si tamu merasa tersinggung. Ia dan Eleanor memutuskan pergi ke dapur untuk memasak sesuatu karena tidak ada satu di antara kedua bibinya yang mau memasak sesuatu yang menyehatkan selain sop dan beberapa roti selai. Isabella menyadari betapa kosong dirinya setelah menutup mulut dari Henry beserta sahabat baiknya, Sebastian. Terlebih setelah peristiwa Bath dan marahnya Henry di ruang baca. Pria itu hanya berbicara seperlunya dengan Isabella dan kadang hanya mendiamkan wanita itu meski hanya mereka yang tersisa di ruang makan atau di ruang baca. Saat pentu utama di ketuk, Isabella mengintip dari pintu dapur untuk mengetahui siapa gerangan yang mengunjungi kediaman Collins siang bolong ini, berharap itu adalah Sebastian. Setidaknya ia bisa mengucapkn permintaan maa dan menyelamatkan nyawa adiknya dari suatu hal buruk yang mungkin menimpanya suatu saat. Tamu itu masuk dengan berbincang bersama si pembuka pintu.

"Mr. Hougham!" melihat Isabella, pria itu lantas tersenyum, melepas sarung tangannya lalu menggenggam tangan Isabella yang sebenarnya sedang sibuk memainkan jari-jarinya.

"Bagaimana kabarmu?" sebelum Isabella menjawab, pria itu langsung mengecup lembut punggung tangannya, "Kau tampak beda tanpa riasan apa pun di wajahmu."

Isabella terkekeh pelan. Ia membenarkan poninya, menaruhnya di samping telinga kanan, "kau selalu melihatku dengan riasan, Mr. Hougham. Sayang kau harus melihatku seperti ini."

"Aku melihatmu pertama kali tanpa riasan di Cornwall. Tidak mengejutkanku."

"Kalau begitu, apa yang kau lakukan di sini?"

Isabella and The Duke (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang