Chapter IV

4.7K 459 12
                                    

Perkenalan

"Dulu kau bilang bahwa kau takut pada kegelapan, Isabella." Isabella terkejut, ia semakin menyembunyikan tubuhnya di bayang-bayang pintu, meyakinkan Henry bahwa ia tidak di sana. Ia berusaha sekuat mungkin untuk menahan nafasnya, namun deru laju jantungnya makin tak terkendali. Henry tak melanjutkan perkataannya, ia hanya menyilangkan kakinya, menaruh kaki kanannya di atas kaki kiri sembari membaca gulungan surat.

"Aku tidak bodoh seperti dulu. Kau tidak bisa menipuku lagi," perlahan Isabella muncul dari kegelapan, namun Henry sama sekali tidak menatap ke arahnya tapi masih mengajaknya berbicara "Kursinya kosong, silakan duduk." Setelah memberi hormat kepada Henry, Isabella duduk di kursi satunya, dan bermain dengan angin malam yang cukup dingin.

"Tepat empat tahun lalu aku menerima surat tentang kondisi ayahmu. Aku turut berduka cita," kali ini Henry melihat ke arahnya, dan di saat kedua pandangannya bertemu, Isabella kembali mengingat seluruh memori saat ia bermain dengan Henry dulu. Henry berubah, dan itu cukup mengagetkan Isabella. Ia bukan lagi laki-laki yang begitu pendiam, dan tidak mudah lagi untuk di bohongi. Namun respons dinginnya masih tetap sama, ia jarang sekali menampilkan senyumannya, bahkan kepada ayahnya sekalipun.

"Kau sudah sedikit berubah, Henry"

"Waktu yang mengubahku"

"Apa aku bisa bertemu Henry yang dulu?"

"Tidak, kau akan membencinya." Ternyata Isabella keliru, Henry yang sekarang tidak bisa ia ajak bercanda sedikit pun. Sejujurnya ia lebih menyukai Henry yang dulu, namun ia tak akan pernah mengungkapkan itu kepada sepupunya.

"Aku akan kembali ke kamar," Isabella berdiri, Henry juga berdiri.

"Selamat malam," Henry memberi hormat lalu pergi meninggalkan Isabella yang seharusnya meninggalkan Henry terlebih dahulu. Henry sudah tidak ada saat Isabella membalas hormatnya, niat Isabella untuk kembali ke kamar pun sirna. 'aku akan menikmati pemandangan dari atas sini sebentar saja.'

Bella menghabiskan waktu cukup lama di balkon. Ia memandang pohon cemara yang berjajar rapi di halaman belakang serta air mancur besar di tengahnya, memisahkan jajaran pohon cemara yang satu dengan yang lainnya. Terdapat kursi-kursi taman di tengahnya, memisahkan pohon yang satu dengan yang lainnya. Ia tak pernah mendapatkan pemandangan yang indah seperti ini di Cornwall. Isabella hendak kembali ke kamarnya saat ia mendengar suara kaki kuda yang pergi meninggalkan Northingham Manor.

"Henry?" ia menjumpai sepupunya pergi meninggalkan rumah pukul sebelas malam.

- - -

"Lokasi ini tepatnya kita berada di daerah apa, Elly?", Isabella terlihat sedikit sibuk dengan kertas dan pena bulunya.

"London." Isabella memutar kedua matanya, "Maksudku yang lebih spesifik."

"Lambeth"

"Lambeth," Isabella mengikuti apa yang dikatakan oleh adiknya. Ia sedang menulis sepucuk surat untuk kawan lama. Penglihatan Eleanor tak sengaja menangkap kotak kecil dengan bungkus kain berwarna krim di dalam koper kayu Isabella yang terbuka. "Apa itu?"

"Ada apa?" Isabella melihat adiknya menunjuk kotak kecil. "Ya Tuhan! Hadiah dari Mary," Isabella segera mengambil kotak itu dan membukanya pelan.

"Anting-anting dan ini sangat indah!" Eleanor juga menganggap bahwa anting itu indah. Ia menyadari bahwa kakaknya tidak memakai anting saat itu.

Isabella and The Duke (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang