Chapter XXXIX

1K 171 20
                                    

Isabella, Eleanor, Miss Wilson dan juga Arthur tenggelam dalam kekaguman akan arsitektur kediaman Sebastian, Angerwood Manor. Lukisan-lukisan berbingkai emas, lampu gantung pada langit-langit, dinding-dinding yang tinggi, hingga banyaknya penjaga yang berjaga di setiap pintu. Tidak mudah untuk merayu serta meyakinkan Miss Wilson, namun setelah perdebatan panjang, akhirnya ia menyetujui untuk ikut serta dalam kunjungan dadakan di Cambridge. Pelayan pribadi Sebastian, Alexander Walter, menyambut mereka di samping piano hitam besar dengan beberapa kertas yang bertengger.

"Lord Foster sudah menunggumu di kamarnya—"

Keempatnya berjalan berdampingan menuju tangga, "Hanya Miss Collins saja." Cegahnya pada Miss Wilson dan Arthur, "kau dapat menyusulnya nanti, Miss Collins muda" ujar Mr. Walter halus. Ia mengarahkan Isabella dan menemaninya menuju kamar Sebastian di lantai dua. Pelayan itu berhenti di depan pintu masuk, "aku tidak akan mengganggu. Silakan Miss Collins." Ia membungkukkan badannya sebelum bergabung dengan para penjaga yang berdiri tidak jauh dari pintu kamar Sebastian.

Sebastian sudah duduk di ranjangnya sembari membuka lebar tangannya, menunggu Isabella dalam pelukannya. Isabella meraih tangan pria itu lalu memeluknya, kemudian duduk di sisi ranjang, "bagaimana kondisimu, Mr. Foster?"

"Tidak pernah lebih baik dari hari ini," tangannya masih menggenggam tangan Isabella, ia membawa punggung tangan wanita di sampingnya ke depan wajah lalu memberikan kecupan di atasnya, "aku sudah menunggumu, Isabella."

Kali ini Isabella tidak membiarkan debaran jantungnya untuk menguasai dirinya, ia memberanikan diri untuk menatap mata biru Sebastian Foster, "aku baru saja selesai memilih kain untuk gaun yang hendak aku pakai di debut kerajaan. Henry mendaftarkan Eleanor dan kedua saudaranya kali ini."

"Ah ya, aku baru saja membaca undangannya pagi tadi. Kau dapat mewakiliku di sana." Isabella mencoba tertawa namun ia sadar betul bahwa pandangan Sebastian tidak pernah terlepas dari wajahnya. Pria itu meraih wajah Isabella. Ibu jarinya mengusap bibir wanita itu pelan. "Aku tahu apa yang kau lakukan bersama Hougham dengan bibir ini."

Isabella tercekat. Tangannya mulai berkeringat, detak jantungnya tidak bisa ia kontrol. "dan aku tidak akan membiarkan hal itu terulang" lanjut Sebastian sembari memberikan senyuman kepada Isabella. Isabella membalas senyumannya dengan sangat sangat canggung. Ia benar-benar panik. Saat ia menyadari bahwa wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari Sebastian, ia mulai bisa merasakan napas hangat pria itu. Ibu jari Sebastian mengelus pipi Isabella lalu turun ke tengkuknya. Dengan sedikit tenaga, Isabella memejamkan matanya saat bibir Sebastian bertemu dengan miliknya. Entah pria itu atau perihal lain, namun suasana di sana sangat panas meskipun angin tidak berhenti-hentinya berhembus di luar. Satu tangannya ia taruh di punggung Sebastian dan tangan lainnya ia taruh di dada pria itu. Ia membuka mata meskipun bibirnya masih saling bertemu. Sebastian tersenyum dalam ciumannya sebelum melepaskannya. Isabella terkejut saat menyadari dirinya yang berada begitu dekat dengan Sebastian, bahkan sebagian tubuhnya saling bersentuhan. Terlebih tangannya yang masih berada di dada pria itu. Isabella segera menariknya dan menjaga jarak. Ia juga merapikan beberapa helai rambut di wajahnya.

"Aku ingin—melihat lukamu?"

"Tentu," Sebastian mengangkat kedua tangannya ke atas, "bisa tolong bantu aku melepas pakaian ini?"

Isabella menarik pakaian berbahan linen dari tubuh Sebastian, meninggalkan bagian atas tubuhnya terekspos. Belum selesai mengagumi betapa bagusnya tubuh Sebastian, Isabella menyadari luka Sebastian yang cukup buruk, dengan balutan kain perca melingkar di perutnya. "Kau sudah sanggup berjalan?"

"Membaik setiap harinya, aku masih membutuhkan bantuan Mr. Walter untuk berdiri."

Isabella mengangguk, "lukamu tidak buruk, Mr. Foster."

Isabella and The Duke (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang