Kicauan burung membangunkan Isabella dari tidur lelapnya. Ia sudah berusia dua puluh empat lebih satu hari sekarang. Setelah membuka tirai dan jendelanya, ia mengingat perkataan Henry bahwa pria itu akan pergi menuju Bath hari ini. Isabella menyusuri lorong menuju kamar Henry berharap dapat menemukan sepupunya masih terlelap di ranjang. Namun ia salah. Henry sudah pergi, pria itu benar-benar meninggalkannya saat keluarga Morris datang dan merecoki segalanya. Ia duduk di tepi ranjang sembari menutupi mukanya. "Oh Henry..."
Isabella menemukan dua benda di atas meja sepupunya, satu kotak cincin dan segulung surat.
"Ya Tuhan, kapan Henry bisa tidak seceroboh ini?!" Isabella membenahi kotak cincin dan memasukinya ke dalam laci meja Henry. Karena rasa penasarannya tinggi, ia akhirnya mengintip sekilas isi kotak itu.
"Apa apaan?" Isabella membuka lebar-lebar kotak, "Apa cincinnya di bawa Henry pergi? Apa ia--" Mengetahui cincinnya tidak di sana. Isabella bergegas mengganti pakaiannya. Ia berjalan cepat menuruni tangga hingga bibinya, Emma, menegur ketergesaannya.
"Ada apa Isabella?"
"Apa Henry meninggalkan rumah pagi tadi?"
"Tunggu, apa ia tidak di kamarnya?" Bibi Kate menanggapi pertanyaan Isabella dari ruang makan. Isabella menggeleng tegas, "Ia tidak mengatakan pada bibi bahwa ia akan pergi?"
"Maksudmu ke Bath?"
"Aku tidak yakin Henry pergi ke sana!" Sangkal Isabella meski Bath adalah satu-satunya yang dikatakan Henry malam tadi. Isabella menggulung rambutnya berantakan dan memakai sepatunya cepat.
"Isabellaku sayang, hendak ke mana dirimu?" Bibi Kate menghentikan Isabella di pintu penghubung ketika melihat keponakannya tidak seperti biasanya.
"Aku akan mencari Henry!"
"Sayangku, Henry pasti kembali. Kau hanya perlu menunggunya.."
"Dan aku tidak menyukai menunggu!" Isabella membuka pintu, "Aku akan melewati makan siang!"
- - -
Pintu ruangannya terbuka lebar, siap menyambut siapapun yang datang berkunjung. Tuan muda itu hanya membaca bukunya sembari memakan keripik pisang dalam toples yang baru saja disiapkan oleh si pelayan pribadi. Di sampingnya puluhan surat terbengkalai dan ada yang beberapa jatuh ke lantai. Pelayan pribadinya terus mengembalikan surat itu ke posisi semula, namun hembusan angin dari belakang tempat duduk tak kunjung berhenti sehingga menghempaskan surat-surat itu kembali ke lantai. Isabella berjalan cepat menelusuri koridor dan berhenti di depan ruangan kepala parlemen dan melihat pria itu masih sibuk dengan apa yang ia makan.
"Ekhm. Selamat pagi, Mr. Foster," Isabella pura-pura merapikan gaunnya kala ia memasuki ruangan tanpa mengetok.
"Miss Collins?" ia menurunkan kakinya dari atas meja dan menaruh toples serta buku yang ia baca, "Henry sekarat?"
"Sekarat?"
"Ya?" Sebastian menghampiri Isabella di hadapannya, "Tidak mungkin kau hendak mengunjungiku kalau tidak terjadi sesuatu terhadap sepupu tersayangmu itu." Isabella hanya menghela nafasnya.
"Apa aku salah, Miss Collins? Lalu apa gerangan yang membawamu kemari?"
"Di mana Henry?"
"Di mana Henry?" Sebastian mengulangi pertanyaan Isabella, "kau menanyaiku mengenai Henry yang tidak kulihat selama dua hari kebelakang?"
"Jangan membohongiku! Aku tidak bodoh!"
"Memang, tapi kau tidak juga pintar." Sebastian memunggungi calon istrinya itu, "Terakhir kali aku melihatnya adalah di kediamannya, aku bahkan belum mendengar kabarnya lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Isabella and The Duke (On Hold)
Historical FictionIsabella Collins; Seorang wanita yang mandiri, periang, dan cukup beruntung bagi seseorang yang hidup pada masa industrialisasi Inggris. 1863 bukanlah tahun yang baik kecuali karena ia dipertemukan kembali dengan keluarga terhormatnya dan hidup dala...