Sinar mentari pagi masih enggan menampakkan terangnya, meninggalkan langit Inggris berwarna jingga. Hujan rintik masih membasahi, beberapa aktivitas terpaksa lumpuh untuk beberapa saat ke depan. Tergenangnya barat London dengan cepat menyebar hingga naiknya permukaan laut di pesisir. Beberapa kapal dagang terpaksa berlabuh di pelabuhan terdekat tanpa berniat melanjutkan perjalanannya.
Embun pagi memandikan beberapa burung gereja di pohon dan beberapa lagi di menara Angerwood. Saat lonceng di utara bangunan berdentang, beberapa pelayan terlihat mulai kembali bekerja.
Minggu pagi, gereja kecil di tengah ladang memanggil para jemaatnya. Namun beda dengan apa yang akan di kerjakan oleh Sebastian, pria itu hanya merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang sangat besar membiarkan sebagian tubuhnya masih diselimuti oleh kain sutera.
Alexander Walter, kepala pelayan Angerwood, mengetuk. Ia masuk dengan pakaian yang akan digunakan Sebastian dan beberapa kain panjang. Dengan bantuan beberapa pelayan wanita, mereka mengganti kain yang membalut luka Sebastian. Kain itu dililitkan sepanjang dada hingga perut dan diikat kencang di lengan kanan oleh Mr. Walter. Sebastian melirik sedikit luka bedahnya dan bergidik. Luka itu cukup menyeramkan dimana para dokter mengambil kulit pahanya untuk menutup lukanya. Terkadang ia menghabiskan malam hanya untuk menangisi dirinya. Ia tidak sesempurna dirinya yang dulu, sekarang ia membawa banyak luka di tubuhnya.
Seorang pelayan menaruh satu meja makan kecil di pangkuan Sebastian saat ia sudah memposisikan dirinya untuk duduk dan bersandar di kasurnya.
Mr. Walter membuka mangkuk-mangkuk yang tertutup, "lemak ikan, lobster, beberapa berry, kismis, pudding dan secangkir teh."
Gema suara seorang pria terdengar cukup nyaring di koridor cukup untuk membuat Sebastian menaruh sendok kecilnya kembali ke dalam mangkuk dan menoleh sekilas ke arah pintu. Seorang dengan toga hakim hitam pekat, dilapisi dengan mantel berwarna merah maroon dan lengkap dengan Periwigs delapan gulungan rambut di sisi kanan dan kirinya, tersenyum lalu mengangguk ke arah Sebastian yang masih duduk di ranjangnya.
"Sebastian Foster," pria dengan periwigs itu menundukkan badannya, "Maafkan atas kehadiranku yang cukup lancang di pagi ini"
"Tidak apa, Sir Timothy. Ku rasa ada sesuatu yang teramat mendesak sehingga memaksamu untuk menemuiku di kediamanku."
"Benar sekali, ini perihal perserikatan yang kau sampaikan padaku tempo lalu." Mendengar itu, Sebastian berusaha untuk menegakkan duduknya, "tetaplah istirahat, Sebastian, karena kau membutuhkannya."
"Bagaimana hasilnya? Siapa yang melakukannya? Kau mendapatkan seluruh identitasnya, bukan? Mereka banyak! Dan berbahaya!"
"Tenang, tuan, namun aku hanya memiliki satu nama."
"Siapa?"
"Douglas Kingston."
Sebastian menyandarkan dirinya kembali ke ranjang, menatap tajam langit-langit yang penuh lukisan masa renaisans. Sebastian memainkan dagunya dengan beberapa kali mengusapnya. Ia terlihat berpikir namun tidak ada satu pun kalimat yang keluar dari bibir kemerahannya.
"Ku lihat dari riwayatnya, ia sepertinya anggota baru atau mungkin memang baru terlibat dalam hal ini, My Lord."
"Kingston tidak mungkin melakukannya-- aku mempercayai mereka. Tidak, tidak. Tidak mungkin Douglas yang berada di belakang semua ini."
"Memang, namun ia salah satunya," Mr. Moore mengeluarkan benda yang dibalut oleh kain merah dan menunjukkannya pada Sebastian, "pisau yang mereka gunakan untuk menusukmu"
Melihat itu Sebastian lantas membuang pandangannya ke perapian yang padam. Penusukan itu akan menjadi mimpi terburuknya. Ia melihat luka yang dibalut oleh beberapa kain yang diikat pada bahunya dan alat logam yang menjepit punggungnya dan mengingat semua yang terjadi malam itu. Bahkan ia masih dapat merasakan sakit dari operasi bedah beberapa hari yang lalu. Dokter mengambil beberapa kulit dari pahanya untuk menutup sedikit lukanya membuat bukan hanya pinggangnya yang tidak sempurna, kali ini kakinya pun sudah terlihat buruk baginya. Tidak jauh, Alexander Walter, kepala pelayan Sebastian terus mengawasi kedua nya sembari bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk karena emosi Sebastian yang tidak kunjung stabil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Isabella and The Duke (On Hold)
Ficción históricaIsabella Collins; Seorang wanita yang mandiri, periang, dan cukup beruntung bagi seseorang yang hidup pada masa industrialisasi Inggris. 1863 bukanlah tahun yang baik kecuali karena ia dipertemukan kembali dengan keluarga terhormatnya dan hidup dala...