Chapter XL

1.1K 174 29
                                    

Isabella berjalan seorang diri, meski pun Lily, pelayan pribadinya mengikuti. Ia menyelusuri jalanan London yang masih basah akibat hujan malam tadi. Toko-toko roti sudah menaikkan tirai toko, pintu-pintunya sudah dibuka dan beberapa sudah mulai menjajakan makannya di etalase depan. Hari ini ia akan mengambil gaun untuk debut Eleanor di Istana. Waktu terus berjalan hingga ia menyadari esok adalah hari pernikahan Marie dengan Lord Russel. Isabella mempercepat langkahnya karena Henry memintanya untuk kembali pukul tiga. Saat ia sampai di penjahit, gaun-gaun itu sudah dibungkus rapi dan ditaruh dalam kotak kecil yang siap dinaikkan ke atas kereta kuda. Saat pekerja di sana sibuk menaikkan beberapa koper berisi gaun dan pakaian Arthur, Isabella melihat jam saku dalam etalasi yang sangat indah.

"Aku akan membelinya" tunjuk Isabella ke arah jam tersebut, pelayan toko langsung merapikan jam saku dan memasukkannya dalam kotak kecil sebelum diberikan pada Isabella. Ia melihat gaun Miss Wilson yang sudah tidak ada di sana, "Apakah Miss Wilson sudah mengambilkan gaunnya?"

"Tidak Miss, Mr. Collins membayar untuk pengirimannya." Isabella tersenyum lalu naik ke kereta kuda, ia yakin bahwa seluruh keluarganya sudah sibuk dalam mempersiapkan pernikahan Marie di Romford esok.

- - -

Arthur sedang memakan roti keju dan William yang memainkan piano dengan merdu, saat gaun pernikahan Marie tiba di Northingham Manor. Gaun putih itu sederhana, namun ditaburi berlian pada lingkar pinggangnya. Henry memandangi gaun itu dengan senyuman yang terukir sempurna di wajahnya.

"Sungguh gaun terindah yang pernah ibu lihat" Mrs. Collins duduk di samping anaknya yang dengan cepat menghapus senyuman di wajahnya, "jangan lagi kau sembunyikan, kau tahu, senyumanmu adalah hal yang paling ibu rindukan." Kata Mrs. Collins sembari mengelus lembut pipi anak pertamanya itu.

"Lagipula aku tidak harus tersenyum setiap saat."

"Kau juga tidak harus menyembunyikannya setiap saat. Tertawalah jika kau ingin tertawa, tersenyumlah jika kau menginginkannya, menangislah jika kau bersedih. Kau mungkin tidak butuh wanita dalam hidupmu, namun kau tidak akan hidup tanpa ketiganya," Mrs. Collins meraih tangan anaknya dan mengelus pelan, "apakah tidak pernah terpikir bagimu untuk menikah, Henry?"

Henry menatap ibunya sekilas lalu membuang pandangan pada Arthur yang masih asyik dengan roti keringnya, "aku belum memikirkannya."

"Baiklah, kau harus memikirkannya secara matang kali ini. Ibu tidak berharap ada perempuan lain yang merasakan sakit seperti apa yang dirasakan oleh Miss Wilson."

"Aku tidak pernah berniat untuk menyakiti—"

"Tentu, Henry, ibu paham seperti apa dirimu. Tidak mungkin kau tega dengan sengaja menyakiti hati seorang wanita seperti itu. Namun kau harus paham arti pernikahan bagi seorang wanita, banyak dari mereka harus mengesampingkan rasa cinta hanya untuk menyelamati keluarganya yang sekarat. Perjodohan tidak semua berakhir baik, Anakku. Itulah mengapa ibu membiarkan mu, Arthur dan William untuk menikahi wanita yang benar-benar kau cintai. Meski pun cinta akan tumbuh bersama dengan waktu, namun hal itu akan berbeda jika kau memilih untuk tumbuh dengan orang yang kau cintai."

"Setidaknya saat ini ibu tahu bahwa cinta tidak selalu berhasil pada semua orang."

Mendengar jawaban Henry, Mrs. Collins hanya bisa tersenyum. Baginya tidak ada guna mendebatkan sesuatu yang selalu dihindari oleh anaknya. Pandangannya teralih saat Isabella memasuki ruang gambar dengan topi bonnet yang terikat di kepalanya.

"Ah Isabella, kau memiliki surat dari Sebastian. Ku taruh di laci bunga" seru Arthur yang sedang mengambil cupcake pada piring tingkat di meja bundar.

"Terima kasih!" Isabella mengambil dan membacanya, ia memberikannya pada Henry, "Ia menyanggupi untuk hadir esok hari."

"Kau mengundangnya?" Henry menerima surat itu.

Isabella and The Duke (On Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang