Azri turun dari mobil dan berjalan santai meninggalkan parkiran khusus dokter. Hari ini Nara berangkat agak siang karena menemani sang ibu untuk check kesehatan. Ayahnya meninggal dunia saat usia Zahra sekitar 2 tahun, untuk itu Azri dan Nara harus membagi waktu antara bekerja dan menjaga sang ibu.
Di belokan sebelum masuk ke gedung rumah sakit. Azri melihat Azkia datang dari arah berlawanan. Gadis itu tetap menjadi penumpang setia kereta listrik kemudian disambung menaiki Transjakarta dan turun di halte dekat rumah sakit.
Azkia membungkuk menunjukkan rasa hormatnya pada Azri. Seperti biasa Azri hanya mengangguk kecil dengan tatapan tak acuh.
"Pagi, Dokter?"
"Pagi."
"Saya sudah mengumpulkan tugas revisi referat di meja Dokter."
Azkia sekarang sangat lebih berhati-hati setiap mengerjakan tugas dari dokter pembimbingnya. Dia juga mulai bisa menunjukkan keseriusan dan Azri tidak lagi sering mengomel.
"Kenan juga sudah?" tanya Azri.
Azkia berpikir sejenak. Kemudian menjawab, "Katanya hari ini, tapi entah, Dok. Apa perlu saya tanyakan?" tawar Azkia merogoh saku hendak mengambil ponsel.
Gelengan kepala Azri membuat Azkia mengangguk dan mengurungkan niatnya. "Kamu sudah masuk stase bedah. Jangan banyak melakukan kesalahan."
Azkia mengangguk patuh. Senyum cerahnya cukup memberi energi positif bagi yang melihat, termasuk Azri sendiri. "Saya masuk dulu," pamit Azri tanpa menunggu Azkia memberi tanggapan.
"Maaf, Dok!"
Azri lantas berhenti dan menoleh. Azkia berjalan mendekat dengan tatapan mengarah ke bawah pantat pria yang kini keheranan. "Apa yang kamu lihat!" sentak Azri langsung membalikkan badan.
Azkia menatap penuh sesal dan berkata, "Ada bercak bedak bayi di celana dokter."
Azri menepuk-nepuk celana belakangnya. "Bau parfum dokter juga ganti. Lebih seperti minyak telon," pikir Azkia menahan tawa. Padahal itu memang bau minyak telon milik Zahra.
"Itu bukan parfum! Anak saya semalam menginap di rumah. Jadi pagi ini saya yang memandikan dan mengurus semua keperluan dia sebelum sekolah," jabar Azri.
"Oh, saya kira dokter pakai minyak telon," gurau Azkia dengan tawa ringan.
Hidupnya seakan bebas setelah terlepas dari stase interna. Kemarin saat ujian di stase itu, Azri memberinya kemudahan, begitu pula dengan pasien yang ditangani Azkia untuk ujian tersebut, sangat kooperatif dan bukan pemilik penyakit dalam kronis, Azkia masih bisa memberi diagnosis dengan tepat dan bisa memberi arahan penanganan sesuai harapan Azri. Alhasil, ujiannya di stase interna dilalui dengan lancar.
"Kalau saya pakai minyak telon, kenapa?" tanya Azri dagunya terangkat seakan tidak suka ditertawakan.
Azkia malah terkekeh. "Saya tidak masalah, Dok. Teman SMA saya dulu cowok keren, salah satu anggota basket, dia juga suka pakai minyak telon. Dan itu tidak mengurangi nilai ketampanannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐞𝐭𝐞𝐧𝐬𝐢; Dokter Duda vs Anak Koas [END]
Lãng mạnPernak-pernik kericuhan dokter duda dan anak koasnya! "Saya tidak mau menikahi wanita yang umurnya setara dengan adik perempuan saya." Azri "Semua cowok boleh, asal bukan duda!" Azkia _______________________________ © Ilustrasi gambar by SINANA © C...