Beberapa menit membelah lalu lalang kendaraan, akhirnya Azri sampai di rumah. Sesuai janjinya Azri membawakan es krim untuk putri kecilnya. Zahra sedikit mengomel karena sang ayah pulang kemalaman. Setelah puas mengoceh, bayi berusia 5 tahun itu langsung menyantap es krim dari ayahnya ditemani Nara yang selalu menjadi kawan bermain dan belajar saat sedang menginap di rumah keluarga Adhitama.
Melihat sang kakak duduk termenung, Nara mencoba mendekati. "Ada apa, Bang?" tanya Nara.
Azri lantas mengangkat kedua alisnya tanpa menjawab. Tatapannya memandang nanar obyek di depannya. Nara duduk di dekat Azri dan mulai mengintrogasi. "Kelihatan banget lagi mikir sesuatu?"
"Gak ada."
"Tadi minta obat buat siapa?" tanya Nara, tentu ia masih penasaran.
Sekarang Azri mencoba mencari jawaban masuk akal. Ia juga baru sadar dengan tingkah refleknya hingga bertindak sejauh itu pada anak bimbingannya.
"Bang? Kenapa sih?" tanya Nara menangkap wajah serius kakak kandungnya.
Azri masih mengontrol diri. Menolak kenyataan konyol tentang perbuatannya pada Azkia. Untuk apa juga dia berbuat sepeduli itu? Apa karena balas budi? Ah iya, mungkin itu, Azri mengangguk membenarkan isi pikirannya. Satu bungkus obat-obatan sebagai balasan dua botol susu almond.
"Tadi ada anak koas yang minta obat aja," jeplak Azri singkat, tidak ingin membahasnya lagi. Jelas Nara tidak percaya. Jarang bahkan tidak ada ceritanya anak koas berani meminta obat untuk keperluan pribadi.
Azri berdiri hendak menuju kamar. Namun pertanyaan Nara membuat langkahnya terhenti. "Anak koasnya Azkia?"
"Bukan!" sangkal Azri tanpa membalikkan badan. Nara dengan mudah menangkap gelagat kebohongan dari kakak kandungnya.
"Aya, kalau manusia bohong kata Bu Guru masuk apa?" tanya Nara pada sang keponakan yang khidmat menjilat es krim di atas kasur lantai berbulu lebat.
Gadis kecil itu berpikir sejenak. "Neyaka?"
Nara tersenyum mengapresiasi. "Neraka itu panas apa dingin?"
"Panas, Tante," jawab Zahra.
"Bang, anakmu aja tahu lho, kalau bohong masuk neraka," sindir Nara. Azri tampak menghela napas pendek dan pergi menuju kamar.
Pintu kamar sengaja ditutup dengan keras. Azri kesal jika Nara menyudutkannya seperti itu. Ia berdiri di depan cermin sembari melepas kemeja kerjanya. Kejadian saat meletakkan obat di loker secara diam-diam kembali terputar di otaknya.
"Itu cuma balas budi. Iya. Balas budi!"
***
Pagi hari kegiatan di rumah sakit Medical Center tidak berubah. Masih sibuk bahkan semakin hari semakin ramai. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit tipe A. Menjadi salah satu tempat rujukan dari berbagai rumah sakit luar kota bahkan luar provinsi. Tak ayal banyak pasien luar kota yang dirawat di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐞𝐭𝐞𝐧𝐬𝐢; Dokter Duda vs Anak Koas [END]
RomancePernak-pernik kericuhan dokter duda dan anak koasnya! "Saya tidak mau menikahi wanita yang umurnya setara dengan adik perempuan saya." Azri "Semua cowok boleh, asal bukan duda!" Azkia _______________________________ © Ilustrasi gambar by SINANA © C...