Stase 14 (Solo)

15.2K 1K 25
                                    

Azkia berdiri gamang di depan rumah dengan pagar besi berwarna hitam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Azkia berdiri gamang di depan rumah dengan pagar besi berwarna hitam. Sebenarnya perjalanan dari Jakarta ke Solo hanya membutuhkan waktu 9 jam, ditambah perjalanan dari stasiun ke rumah yang cukup menghabiskan waktu 15 menit saja. Namun Azkia baru menapak di teras rumah setelah adzan Isya berkumandang. Dia sempat berniat kembali ke Jakarta; melanjutkan mimpi ayahnya. 

Gadis dengan jaket berwarna beige dan weistbag senada itu menyusun kalimat yang mudah dicerna saat bertemu ayah dan ibunya di dalam. Masih sibuk mengatur napas. Azkia dibuat kaget melihat adik kembarnya menubruk tas punggung yang ia letakkan di atas aspal dengan ban motor mereka. 

"Mbak Dira?" panggil Daffa terkejut. Pemuda dengan mata cantik itu buru-buru memarkir motor. Dari jok belakang—Deffa—turun dan mendekati Azkia. 

"Ndak bawa jajan, Mbak?" tanya Deffa membuka ransel kakaknya.

"Adik kurang ajar! Bukannya salim, tanya kabar atau apa kek. Malah nyenggol tasku sampek kotor! Yang ini malah tanya jajan!" Azkia mencubit sayang masing-masing pipi adik kembarnya.

"Kenapa kalian tambah tinggi aja sih!" keluh Azkia saat tangannya harus terangkat ke atas hanya untuk mencubit pipi dua ddik laki-lakinya.

"Tinggi iya, ganteng apalagi, 'kan?!" sambung Daffa meminta pengakuan. 

Mendengar ribut-ribut di depan rumah. Sang ibu keluar dengan pakaian daster lengan panjang. "Mbak? Pulang beneran? Kok gak minta dijemput!" 

Azkia mencium punggung tangan ibunya penuh rindu. Ia memeluk tubuh tua itu dan memejam di balik pundak kecil ibunya. Rasanya Azkia ingin menangis. Namun sekuat tenaga ia harus menahannya.

"Daffa. Bawain ranselnya Mbak Dira," titah sang ibu sembari mengurai pelukan terlebih dahulu. 

"Abi di rumah, Mi?" tanya Azkia tercekat. 

"Di rumah. Agak gak enak badan. Abis ada acara di masjid berturut-turut," lapor ibu Azkia. 

"Kamu mau makan dulu apa mandi dulu?" tanya ibu Azkia. Gadis dengan bibir pucat itu tersenyum sekilas. 

"Mau makan dulu. Kangen masakan Umi." Azkia memeluk erat lengan ibunya dengan manja. 

"Ndak masak apa-apa lho Umi, cuma sayur bening itu juga udah tinggal sedikit. Apa mau dibelikan soto sama Deffa?" tawar ibunya.

"Ndak mau, Umi. Deffa mau ngerjain tugas. Besok presentasi!" teriak Deffa dari dalam kamar. Deffa Daffa mahasiswa tehnik komputer semester 4. Kuliah di kampus yang sama, dan menjadi teman sekelas pula.

"Daffa?" panggil sang ibu beralih menatap anak keduanya. 

Melihat adiknya enggan menerima permintaan sang ibu, Azkia pun berujar, "Gak usah, Mi. Biar Dira makan seadanya."

Ibu Azkia mengusap rambut panjang anak gadisnya dan tersenyum manis. "Umi bangunin Abi dulu."

"Gak usah!" larang Azkia menggeleng tegas. "Dira gak mau ganggu istirahat Abi. Biar Abi tidur dulu."

𝐑𝐞𝐭𝐞𝐧𝐬𝐢; Dokter Duda vs Anak Koas [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang