Azkia terbaring lemah di atas ranjang kamar inap. Isak tangisnya terus mengisi ruangan setelah Chandra menyatakan jika janinnya tidak bisa diselamatkan. Maka Azkia langsung dijadwalkan kuretase agar rahimnya tidak mengalami infeksi.
Sedangkan Azri tampak tegar mendengar penjelasan Chandra. Meskipun pada awalnya ia sangat berharap jika Azkia masih ditahap abortus imminens; keguguran yang masih bisa dipertahankan dengan pertolongan obat penguat rahim. Namun kenyataan berkata lain, Azri dan Azkia harus kehilangan calon anak pertama mereka.
Azri menduga, jika mungkin tawaran menikah dari Profesor Amir membuat Azkia berpikir berlebihan. Inilah kenapa, Azri memilih menunda memberitahu Azkia karena kandungan istrinya masih dalam status rawan, guncangan sekecil apa pun akan memberi resiko pada rahim Azkia. Namun rencananya ditentang alam, rahasianya bocor sebelum waktu yang ia tentukan.
"Azkia. Setelah ini siap dikuret ya?" Chandra berujar lembut pada pasiennya.
Wanita dengan bibir pucat itu mengangguk lemah. Azri mengusap rambut istrinya penuh kasih sayang. "Makasih, Dokter Julian."
Chandra tersenyum membalas ucapan Azri. "Saya permisi untuk siap-siap dulu," pamit Chandra meninggalkan kamar Azkia.
"Mas, aku minta maaf ya. Aku gak bisa jaga anak kita," ujar Azkia kembali meraung. Hidungnya semakin merah akibat sedari tadi sibuk menangis.
"Sayang, udah ya. Kamu harus kayak Mas, ikhlasin kepergian calon bayi kita," tutur Azri.
Azkia semakin histeris sembari meremas tangan suaminya. Azri membungkuk sambil terus meninggalkan ciuman menenangkan di kepala Azkia.
Setelah Azkia mulai tenang. Ia meminta Azri agar memberi kabar orang tua perihal keadaannya sekarang. "Mas. Tolong kasih tahu keluargaku lewat Abi aja. Biar Abi yang jelasin ke Umi soal calon cucunya," pinta Azkia parau.
Azri mengangguk mengerti. Tangannya mengusap rambut Azkia dan meninggalkan ciuman di kening. "Mas keluar dulu-"
"Tapi, Mas," potong Azkia. "Kalau aku udah selesai kuret, yang pertama kali aku lihat di kamar inap nanti harus Mas Azri!" pinta Azkia meremat takut lengan Azri dengan sorot memohon. Pria itu menahan senyum. Ia tahu jika istrinya sedang tegang sebelum menjalani kuretase.
"Iya, Sayang. Hari ini waktu Mas cuma buat nemenin Dek Dira." Azri mengingat betul sumpah janjinya pada orang tua Azkia, jika ia akan melindungi Azkia termasuk memberi dukungan.
Azkia mengatur napas supaya tenang. Azri mengusap bekas air mata istrinya sebelum ia beranjak pergi meninggalkan kamar.
"Mas keluar dulu," pamit Azri menyunggingkan senyum manis untuk istri tercinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐞𝐭𝐞𝐧𝐬𝐢; Dokter Duda vs Anak Koas [END]
Lãng mạnPernak-pernik kericuhan dokter duda dan anak koasnya! "Saya tidak mau menikahi wanita yang umurnya setara dengan adik perempuan saya." Azri "Semua cowok boleh, asal bukan duda!" Azkia _______________________________ © Ilustrasi gambar by SINANA © C...