Pagi hari di perjalanan menuju rumah sakit, Azkia memilih diam. Azri tahu, pasti hal itu terjadi perkara foto semalam.
"Dek. Mas mau izin," lirih Azri berhasil membuat Azkia melirik dengan alis menukik.
"Besok sore sampai hari Senin pagi Mas ke Bandung karena ada undangan jadi pembicara di kegiatan simposium trus dilanjut workshop ...,"
Azri memutus kalimatnya saat Azkia berdecak pelan. "Kenapa gak diskusi dulu sama aku? Mas lho yang ngajarin aku buat diskusiin semua hal sebelum memutuskan!"
"Apa karena status Mas suami dan sebagai istri aku harus terima sama keputusan sepihak dari suami?"
Lagi. Perdebatan berlanjut dengan masalah baru. Azri paham, emosi Azkia semakin labil karena sedang mengandung.
"Ya gimana, Mas mau diskusi Dek Dira semalam diemin Mas perkara foto. Padahal itu permintaan mendadak yang harus diputuskan segera."
"Berarti bukan Mas yang harusnya ngisi acara itu?"
Azri menggeleng. "Bukan. Acara itu diselenggarain mahasiswa kedokteran dari kampus Mas dulu, mereka ngundang alumni sebagai salah satu pembicara. Aslinya Dokter jantung yang lain. Tapi karena dia ada kendala akhirnya dilempar ke Dokter lain. Pertama ditawarin ke Meilin tapi dia lagi hamil muda, jadi gak dibolehin suaminya. Trus dialihin ke Mas pas waktunya udah mepet."
Azkia diam tidak menanggapi. Ia memilih menyimak penjelasan sembari menetralisir perasaan kesalnya. "Mas sebenarnya mau nolak. Karena kamu juga lagi hamil. Tapi alasan itu kurang kuat. Ya udah lah, Mas ambil aja."
Azkia menoleh merasa bersalah. Ia pun memberi keputusan dengan suara pelan. Lebih tenang dan tidak mengikutsertakan kesalahan Azri semalam.
"Ya udah. Hati-hati selama di Bandung. Nanti malam aku siapin keperluan Mas selama di sana." Perasaannya seketika berubah sedih dan tidak mau ditinggal.
Azri menghela napas pendek. "Gak usah. Kalau Dek Dira masih dongkol gitu."
"Aku dongkolnya sekarang bukan perkara foto, Mas. Tapi soal Mas yang gak di rumah selama 3 hari!" keluhnya sedih. Secepat itu mood-nya berubah drastis.
"Trus gimana? Mas udah terlanjur bilang iya. Besok udah harus berangkat."
Azkia melirik suaminya sejenak ketika mendengar nada bicara Azri yang terdengar kesal. Masih pagi perasaan keduanya sudah didominasi dengan hal negatif. Azkia pun mengulurkan tangannya untuk menggosok bahu Azri pelan.
"Maafin aku. Ya udah aku gak dongkol lagi. Asal selama di sana Mas sering-sering ngasih kabar."
"Dek Dira juga ngasih kabar selama Mas di sana. Meskipun Mas gak di rumah, tetep izin kemanapun Adek pergi. Ngerti?" Azkia menjawab dengan anggukan kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐞𝐭𝐞𝐧𝐬𝐢; Dokter Duda vs Anak Koas [END]
RomansaPernak-pernik kericuhan dokter duda dan anak koasnya! "Saya tidak mau menikahi wanita yang umurnya setara dengan adik perempuan saya." Azri "Semua cowok boleh, asal bukan duda!" Azkia _______________________________ © Ilustrasi gambar by SINANA © C...