Stase 1 (Cerita dimulai)

35.1K 1.6K 41
                                    

Azri memutuskan untuk pergi ke stasiun setelah menyerahkan mobilnya pada bengkel langganan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Azri memutuskan untuk pergi ke stasiun setelah menyerahkan mobilnya pada bengkel langganan. Hari Sabtu yang cukup sial. Seharusnya ia sudah menjemput Zahra—anak kesayangannya—untuk diajak menginap di rumah. Namun nyatanya ia harus menghadapi kondisi mobil bermasalah.

Pria itu memilih berjalan kaki menuju stasiun terdekat. Pikirnya, ingin menikmati senja Jakarta dari balik kaca commuter line. Untuk kedua kalinya, ia mengumpat dalam hati. Bisa-bisanya melupakan sebuah fakta jika sore hari seperti ini kereta akan penuh terisi manusia-manusia setelah pulang dari tempat kerja.

Azri berdecak kesal. Ia melihat jam di pergelangan tangan, mau tidak mau ia harus menaiki kendaraan bergerbong itu. Ia tidak boleh telat menjemput Zahra, pasti bayi lucunya itu akan mengomel dan merajuk jika sampai telat menjemput. Sama persis dengan ibunya yang gampang cemberut jika keinginannya tidak dituruti segera.

Dan kini Azri lupa-lupa ingat harus menunggu di jalur yang mana jika ingin ke Jatinegara dari stasiun Juanda. Ia pun bertanya pada petugas untuk memastikan jika kereta yang hendak datang bisa mengantarnya ke tempat tujuan.

"Mas, ini bisa turun Jatinegara?"

"Bisa, Pak. Tapi nanti transit di Manggarai, abis itu naik lagi jurusan Cikarang."

Azri mengangguk paham. Setelah berseru terima kasih, kereta mulai masuk di jalur dua. Segera ia masuk ke dalam gerbong berebut tempat dengan banyak penumpang yang lain. Sial lagi, tidak ada tempat duduk yang kosong. Jangankan tempat duduk, besi untuk pegangan tangan saja penuh terisi. Azri berusaha mencari pegangan yang masih belum dijamah. Setelah menjelajah, akhirnya laki-laki berusia 36 tahun itu menemukan apa yang dicari. Masih ada pegangan kosong di besi paling atas dekat pintu. Mungkin banyak yang malas menggapai karena posisinya terlalu tinggi.

Azri meraih pegangan tersebut. Menahan diri dengan keseimbangan yang kurang. Tubuhnya terhimpit sana-sini oleh penumpang lain. Dalam hati ia bersumpah, tidak akan lagi menaiki kendaraan umum seperti ini.

"Sesaat lagi kereta akan tiba di stasiun Gondangdia."

"A view minute we will arrive Gondangdia station."

"Sebelum turun pastikan kembali tiket dan barang bawaan anda, jangan sampai tertinggal atau tertukar di dalam kereta, hati-hati saat anda turun perhatikan antara peron dengan kereta."

Inilah alasan, kenapa para penduduk ibu kota mencintai kendaraan panjang itu. Bukan hanya cepat tapi juga cukup terjangkau.

Kereta berhenti dan pintu terbuka. Banyak orang turun tapi banyak pula yang naik. Azri menahan diri saat tubuhnya tertarik ke sana ke mari karena bertubrukan dengan penumpang yang lain.

𝐑𝐞𝐭𝐞𝐧𝐬𝐢; Dokter Duda vs Anak Koas [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang