Part 13
Sean laki-laki itu tengah memainkan ponselnya sambil berbaring di atas kasur mengabaikan Zea yang sedang terduduk di kursi belajar yang di balikan sambil menatapnya intens.
Sean sebenarnya tahu Zea sedang menatapnya, namun Sean mengabaikannya dan tetap fokus pada ponselnya.
Zea merubah posisi duduknya dengan menaikan kedua kakinya ke atas kursi dengan tangan yang terlipat di atas penyangga kursi dan tatapan yang tak teralihkan dari sosok di depannya.
Bukan tanpa alasan Zea menatap Sean seperti itu. Zea masih belum percaya bahwa laki-laki itu ternyata sepopuler itu di sekolahnya seperti yang sudah Clarisa beritahu padanya. Ah, pantas saja waktu mereka pergi ke sekolah bersama Sean justru menurunkannya di halte.
Seketika percakapannya dengan Clarisa terngiang di pikiran Zea.
"Kasih tahu gue sesuatu yang gak gue tahu tentang sekolah ini!" ucap Zea saat keduanya sudah duduk di kursi taman.
"Banyak, dan kalo gue cerita serinci dan seditail mungkin gue gak yakin bakal selesai 24 jam," sarkas Clarisa.
"Garis besarnya aja."
Clarisa mengangguk. "Sesuai yang pernah gue kasih tahu sama lo, sekolah ini punya sistem class zone awalnya semuanya baik-baik aja pas awal tahun gue sekolah di sini. Semuanya masih normal seperti sekolah pada umumnya."
"Tapi, di tahun kedua gue sekolah di sini semuanya berubah. Mulai dari letak kelas yang di satu jalurkan sesuai jurusan bukan angkatan, meja kantin yang di atur per-jurusan, sampai-sampai penggunaan toilet yang harus di khususkan di setiap jurusan."
Zea mengernyit saat mendengar penjelasan Clarisa. "Kenapa berubah? Semua bukan tanpa alasan kan?"
Clarisa mengangguk. "Ya, bukan tanpa alasan. Gue gak terlalu kaget kalo sekolah luar gak tahu menahu tentang ini pihak sekolah cukup pintar menyembunyikan semuanya."
"Tahun lalu, tepatnya Kakak kelas gue ada yang pacaran, terdengar wajar kalo gue bilang mereka pacaran karena memang gak ada larangannya untuk punya hubungan sejenis pacaran. Mereka pasangan yang gak terlalu populer sebenernya. Tapi, suatu hari si cowok ngamuk-ngamuk di area IPA," jeda Clarisa.
"Karena?" tanya Zea tak sabaran.
"Ceweknya di buli habis-habisan sampe masuk rumah sakit dan... depresi. Alasannya klasik, mereka gak terima kalo cewek IPA pacaran sama anak IPS."
"Ceweknya anak IPA? Tapi kok si cowoknya ngamuk ke anak IPA? Emangnya yang buli ceweknya anak IPA?"
Clarisa menyorot tajam pada Zea. " Bisa dengerin gue selese dulu gak?!" Zea berdecak kemudian mengangguk.
"Si cowok ngamuk ke anak IPA karena dia ngiranya anak IPA pelakunya secara anak IPA itu terkenal pintar juga perfeksionis yang pasti gak panteslah bersanding sama anak IPS yang terkenal urakan. Tapi ternyata... bukan anak IPA pelakunya melainkan teman satu kelasnya sendiri yang lakuin yaitu anak IPS."
Zea menganga. "Namun, semuanya terlambat. Anak IPA yang gak terima di tuduh tanpa bukti itu mulai menyerang anak IPS baik secara fisik maupun sindiran. Juga anak IPS yang gak terima di perlakuin kayak gitu ikut membalas. Puncaknya, ketika anak IPA dan IPS saling nyerang baik itu murid-murid dari tingkat awal sampe akhir, sejenis perang saudara yang sayangnya banyak memakan korban karena pembalasan dendam mereka di lakukan baik di sekolah maupun di luar sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
(Not) Bad Marriage [END]
Teen Fiction17+ - Menikah untuk Berubah atau Menikah untuk Berulah - Aeris Florenzea, nakal, pembuat onar, bulak-balik ruang BK, dan itu sudah biasa. Asean Vareri Ocean, nakal, pembuat onar, bulak-balik ruang BK, tawuran, bolos, dan bagi Sean pun itu sudah bias...