Di Culik

5.9K 446 18
                                    

Part 42

"Heran sama diri gue dah tahu gak bisa manjat tapi keadaan tuh seolah-olah nyuruh gue manjat terus," ucap Amira sambil menghela napasnya pelan.

"Yaelah Mir, lo kan titisan monyet manjat mah udah hal biasa buat lo," timpal Denio.

Amira mendelik. "Diem ya Denio titisan sunggokong."

"Kera sakti dong gue," ucap Denio.

"Kenapa malah ribut sih? Nanti keburu malem udah agak mendung juga," ucap Zea yang di respon kompak oleh semuanya dengan menengadahkan kepala melihat langit yang memang terlihat mendung.

"Yaudah ayo," ajak Aksa.

Amira mengangguk lalu mengikuti langkah Aksa yang sudah mulai berjalan menuju tembok besar rumah milik Clarisa di bagian samping. Sean menatap Zea yang kini juga sedang menatapnya. "Tetep di sini jangan kemana-mana. Jangan nekat nyamperin, gue janji bakal bawa Clarisa dari sekapan nyokspnya sendiri," ucap Sean dengan tatapan seriusnya.

Zea mengangguk. "Iya... lo tuh kek mau pergi perang aja," ucap Zea jengah.

Sean berdecak. "Iye serah lu dah."

Sebelum benar-benar pergi Sean menatap pada Denio yang sedari tadi berada di samping Zea. "Titip bini dan calon anak gue kalo sampe ada lecet gue potong kaki lo," ucap Sean pada Denio yang bertugas menjaga Zea yang tentu tidak bisa ikut memanjat menerobos rumah Clarisa.

"Ngeri kali bah," respon Denio yang semakin di tatap serius oleh Sean. "Iye iye gue jagain bini dan calon ponakan gue dengan segenap jiwa dan raga yang gue punya," ucap Denio tak kalah sungguh-sungguh.

Zea berdecak. "Udah ih sana pergi," usir Zea yang merasa jengah dengan kelakuan Sean yang seperti akan pergi kemana saja.

"Oke gue pergi," ucap Sean yang langsung pergi menyusul Aksa dan Amira yang kini sudah tak terlihat lagi.

"Hati-hati," gumam Zea.

Kini terhitung sudah hampir setengah jam setelah kepergian ketiga orang tadi yang berniat menyelundup masuk ke dalam rumah milik Clarisa dan berniat membawa kabur cewe itu dari sekapan sang nyonya pemilik rumah. Zea dan Denio kini sudah merasa kebosanan karena keduanya sudah kelamaan menunggu.

"Kok mereka lama ya?" tanya Zea.

"Mungkin sebentar lagi," balas Denio tak yakin.

Zea menghela napasnya pelan. "Apa kita susul aja ya?"

Denio langsung menoleh dengan cepat pada Zea dengan kondisi matanya yang membulat. "Gila lo! Mau jadi apa nasib gue kalo lo sampe nekat nyusulin mereka?"

Zea mendelik. "Lebay banget sampe bawa-bawa nasib."

Denio menggelengkan kepalanya heran. "Lu tuh kek yang gak tahu gimana laki lo aja."

"Terus? Harus sampe kapan kita nunggu gini? Udah mulai gerimis ini," gerutu Zea kesal.

Denio memicingkan matanya menatap Zea dari samping. "Ze ada yang aneh dari lo tahu," ucap Denio serius.

Zea mengerutkan kening. "Apaan?"

"Lo jadi rewel gak sih? Lo sebelum-sebelumnya gak pernah tuh protes kek cewek gini?"

"Gue juga ngerasa gitu sih," respon Zea sambil tertawa.

"Nahkan, gue juga kek aneh aja gitu denger lo ngomel-ngomel. Napa dah?"

Zea mengedikkan bahunya tak tahu. "Hormon hamil kayaknya," jawab Zea tak yakin.

"Iya bisa jadi itu, Tante gue juga waktu hamil anaknya yang pertama sifatnya jadi berubah. Bisa gitu ya?" ucap Denio takjub.

(Not) Bad Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang