Part 33
Sean berdiri di sebuah lorong yang lumayan ramai dengan perasaan tak menentu. Jantungnya berdegup dengan kencang juga tubuhnya yang sedari tadi masih menegang. Mencoba merilekskan diri pun rasanya sangat sulit dia lakukan, bahkan untuk mendudukan diri di kursi yang ada di belakangnya pun laki-laki itu terlihat enggan.
Sean cemas, pikirannya berkecamuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa terjadi kedepannya jika terjadi sesuatu dengan Zea juga calon anaknya.
Sudah lebih dari tiga puluh menit Sean menunggu di luar ruangan yang di dalamnya terdapat Zea yang di bawanya dalam kondisi pingsan dan kini sedang di lakukan pemeriksaan. Lalu tak lama, pintu yang sedari tadi di tatapnya dengan harap-harap cemas itu terbuka dan menampilkan satu orang suster juga dua orang dokter. Inilah alasan lain yang semakin membuat perasaan Sean tak menentu mengapa harus dua dokter sekaligus yang menangani. Mengabaikan itu dengan cepat Sean melangkah menghampiri dua dokter itu.
"Dokter gimana keadaannya? Baik-baik aja kan?" tanya Sean langsung.
Dua dokter itu justru saling pandang dengan diam yang demi Tuhan membuat jantung Sean seakan ingin keluar dari tempatnya. Salah satu dokter berjenis kelamin laki-laki itu hanya memberikan senyuman menyapa pada Sean lalu mulai melangkah pergi menyisakan Sean juga dokter perempuan di sana.
"Kamu... pacarnya?" tanya dokter itu memandang pada Sean.
Sean menahan mati-matian bola matanya agar tak mendelik juga decakan yang ingin sekali keluar dari bibirnya ketika dokter itu justru menanyakan hal yang menurut Sean sangat tidak penting. Namun, Sean tetap menjawab karena memang sudah sangat ingin tahu dengan kondisi Zea saat ini. "Bukan."
Tak salah memang.
"Lalu dimana keluarganya?"
Sean menyisir rambut depannya dengan jari tangan merasa tak sabaran. "Dokter bisa jelaskan kondisi pasien pada saya."
Dokter itu tampak diam sebentar lalu menatap Sean dari atas hingga bawah.
"Tidak bisa Dek, harus keluarganya atau minimal pacarnya. Ini terlalu privasi."Apa kedudukan pacar lebih tinggi dari suami? Ini Zea istrinya lho.
"Dokter cukup jelaskan bagaimana kondisi pasien di dalam pada saya."
Pada akhirnya dokter perempuan itu membawa Sean ke ruangannya dan menjelaskan kondisi Zea dan di dengarkan dengan serius oleh Sean.
Yang pada dasarnya dokter perempuan itu ingin mengatakan mengenai kehamilan Zea yang bahkan sudah Sean ketahui dan mengira jika Zea mengandung anak di luar nikah mengingat keduanya memang masih mengenakan seragam SMA. Yang kemudian dengan sangat terpaksa Sean menjelaskan pada dokter tersebut mengenai statusnya dengan singkat yang awalnya di tanggapi dokter itu dengan keningnya yang semakin mengerut tetapi atas dasar profesionalitas dokter tersebut hanya memberikan senyum dan beberapa saran untuk Zea dan kandungannya.
Sean akhirnya bisa bernapas dengan benar ketika dokter mengatakan jika Zea dan kandungannya baik-baik saja. Karena demi Tuhan Sean selalu merutuki dirinya sendiri dan menyesal karena dulu telah menyuruh Zea untuk menggugurkan kandungannya dan ketika melihat kondisi Zea seperti tadi Sean dalam hati tak henti mendoakan untuk keselamatan Zea dan juga bayi dalam kandungannya. Sean menerima bayi itu, karena memang tak seharusnya dirinya menolak darah dagingnya sendiri.
***
Suasana di dalam mobil yang di isi oleh Sean Zea kini terasa sangat dingin dan sunyi. Keduanya nampak sibuk dengan pikirannya masing-masing.
Zea hanya memasang raut datarnya sambil menatap lurus ke depan mengabaikan Sean yang sedari tadi mencuri pandang padanya.
"Kalo ada apa-apa itu bilang Zea," setelah sekian menit di isi dengan keheningan akhirnya Sean mau mengangkat suaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Not) Bad Marriage [END]
Teen Fiction17+ Menikah untuk Berubah atau Menikah untuk Berulah? Aeris Florenzea, nakal, pembuat onar, bulak-balik ruang BK, dan itu sudah biasa. Asean Vareri Ocean, nakal, pembuat onar, bulak-balik ruang BK, tawuran, bolos, dan bagi Sean pun itu sudah biasa. ...