11:12

12.3K 570 22
                                    

Part 23

Zea menopang pipinya menggunakan kedua tangan yang sengaja di letakan di lipatan lutut. Mood-nya sedang tidak baik sejak tiga hari yang lalu.

Menikmati semilir angin di rooftop juga sekalian merenung Zea langsung berdecak ketika memikirkan hal yang selalu mengganggu pikirannya akhir-akhir ini.

"Gue ngapain sih? Merenung? Hidup gue gak se-melankolis itu!" Zea mencoba menyangkal namun, lain di pikiran lain di ucapan lain pula di perbuatan. Itulah yang terlihat dari dirinya saat ini. Ck, ini bukan sifat Zea sekali. Terbukti dengan isakan kecil kini terdengar dari bibir miliknya.

"Ah sialan! Gue kok jadi cengeng gini sih?" decak kesal Zea pada dirinya.

Tahu apa yang kini sedang Zea rasakan? Rasanya nano-nano marah, kesal, kecewa, sedih, miris, bego, tolol. Intinya Zea sedang berada di fase yang sulit untuk mengendalikan perasaannya.

Lalu getaran yang berasal dari ponselnya yang tergeletak di samping membuat pikiran Zea sedikit teralihkan. Matanya menatap layar yang menampilkan nama seseorang yang Zea yakini tak akan menghubunginya jika bukan ada hal yang penting dan kini nama tersebut justru terpampang nyata di sana.

Karena terlalu lama berpikir panggilan itu sudah terputus namun beberapa detik getaran itu kembali terdengar. Zea langsung mengangkatnya karena tak mungkin juga orang itu mau menelpon untuk kedua kalinya jika tak penting.

"Halo?"

"Koridor deket lapang."

Alis Zea mengerut. "Ngapain?"

"Jangan bacot! Semenit harus udah nyampe kalo gak mau gue cepuin ke guru lo udah gak perawan!"

"Tai!"

Sambungan terputus. Zea berdecak menatap layar ponselnya. "Lo yang gue cepuin sama si Nenek lampir kalo lo mau bergaul sama gue lagi!"

Zea yang awalnya malas lantas memaksakan berdiri berniat mengikuti apa yang Clarisa inginkan. Tak takut dengan ancamannya yang berisi omong kosong hanya saja Zea penasaran ada apa gerangan di koridor dekat lapangan itu sehingga mampu membuat seorang Clarisa menghubunginya.

Berjalan cukup jauh dari rooftop menuju koridor dekat lapangan dan setelah sampai Zea terpaku menatap keramaian di depan matanya. Terutama pada seseorang yang telah membuat mood-nya tidak baik selama tiga hari ini dan orang yang sama dengan yang tadi Zea renungkan kini menjadi pusat perhatian di keramaian itu.

"Dia kenapa?" tanya Zea pada Clarisa di sampingnya.

Clarisa balas menatap Zea. "Biasalah."

Zea mendelik. "Apaan sih? Dia berantem? Mukanya kok bonyok gitu? Terus berantem sama siap—" Zea menghentikan ucapannya ketika melihat ada Aksa juga di sana sedang di tahan oleh Bayu dengan Sean yang juga di tahan Geo dan Arthur di sisi berseberangan.

Zea berdecak malas ketika melihat keberadaan Sere juga Aurel di sana. Sere yang selalu berlinang air mata dan Aurel yang selalu dengan tatapan songongnya. Dan Zea dapat menyimpulkan bahwa anak IPA juga IPS kembali berulah.

"Ah gak seru nih gue gak liat! Bisa reka adegan gak?!" sontak saja kalimat yang baru saja Zea lontarkan mampu mengalihkan seluruh atensi semua orang pada Zea yang memasang wajah santainya.

Clarisa memijit pelipisnya merasa salah telah memberitahu Zea dan menyuruhnya datang ke sini.

Tatapan Zea dan Sean bertemu namun dengan cepat Zea mengalihkannya merasa jengah dengan tatapan Sean yang seolah sedang memperingatinya.

(Not) Bad Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang