Rencana Zea

8.1K 565 14
                                    

Part 21

"Sean," panggil Zea pelan.

"Hm," jawab Sean dengan gumaman.

Zea menoleh menatap Sean dari samping. "Lo gak mau ngomong sesuatu sama gue?"

Sean menoleh membalas tatapan Zea. "Ngomong apa?" tanya Sean tak paham.

Zea berdecak kecil. "Noh liat!" tunjuk Zea pada objek di depan.

Sean mengikuti arah tunjuk Zea. Di sana terdapat beberapa anak berseragam SMA tengah berkumpul dalam satu meja di area luar kafe, tawa dan canda mereka lontarkan terlihat sangat asik. Sean dan Zea yang masing-masing memegang jinjingan belanjaan hanya terdiam memperhatikan di parkiran mini market.

Sean kembali menoleh pada Zea. "Terus?"

Zea memalingkan wajahnya kembali menatap Sean. "Lo gak mau bilang kalo lo merasa bersalah?"

Alis Sean terangkat. "Bersalah karena?"

Zea mendengus kemudian memilih berjalan meninggalkan Sean yang masih dengan kebingungannya. Menyusul Zea, Sean bertanya. "Apa sih anjir? Gak jelas!"

"Lo harusnya bilang, Zea gue merasa bersalah sama lo, seharusnya sekarang lo lagi nongkrong-nongkrong cantik bareng temen-temen lo, ini malah ngurusin gue yang gak tahu diri ini. Gitu!" ucap Zea seolah meniru suara Sean.

Sean langsung memasang wajah datarnya. "Ini bukan saatnya untuk menyesal ataupun merasa bersalah. Inget ya Zea kalo kita emang jodoh mau kapan pun itu tetep aja kita bakal di persatuin paham?"

Zea mendengkus, maksud Zea kan tidak secepat ini apalagi mengingat keduanya masih SMA. Tapi, memang pada dasarnya berbicara dengan Sean itu musti memakai urat terlebih dahulu dan Zea sedang malas untuk berdebat. "Bodo amat!"

Zea langsung berjalan cepat meninggalkan Sean yang tertawa melihat wajah kesal Zea yang entah kenapa justru menjadi hiburan tersendiri untuknya.

Zea menghembuskan napasnya dengan kasar, niat hati ingin memojokan Sean tapi justru balasan laki-laki itu membuatnya kesal.

Emang susah ya kalo punya suami dengan spesies langka bernama Asean Vareri Ocean itu. Bawaannya pingin nyedot ubun-ubunnya sampai tandas.

***

Dengan malas Zea berjalan menyusuri koridor berniat mengunjungi suatu tempat yang sudah di tentukan oleh seseorang yang ingin bertemu dengannya. Ah bukan, lebih tepatnya memaksa bertemu.

Saat sudah sampai di ruangan hawa dingin juga sepi langsung menyapa. Zea mengedarkan pandangannya mencari sosok yang katanya mau bertemu dengannya.

Saat menemukannya Zea langsung melangkahkan kakinya mendekat. "To the point!"

Orang itu mendongak menatap Zea yang sedang berdiri dengan bersedekap dada.
"Duduk," ucap orang itu pelan merasa tahu diri sedang dimana mereka.

Zea memutar bola matanya tapi tak ayal mendudukkan diri di hadapan orang itu. Aksa laki-laki yang memaksanya bertemu di ruangan yang di dalamnya terdapat banyak buku yang berjejer rapi tersimpan apik di rak. Ya, perpustakaan.

Aksa memandangi Zea sebelum berucap. "Gue gak paham sama daya pikir lo," Zea yang awalnya enggan menatap Aksa sontak saja langsung mengalihkan pandangannya ketika mendengar penuturan laki-laki itu.

"Kelakuan lo itu sama sekali gak menunjukan rasa empati kepada sesama teman yang sedang mendapatkan masalah."

"Okelah kalo Sere bukan temen lo, tapi setidaknya sesama cewek?" lanjut Aksa.

(Not) Bad Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang