Part 40
Suara benda yang di letakan mampu membuat Zea yang sedang terdiam melamun menoleh ke arah sumber suara.
Sean yang baru saja meletakan nampan di nakas dekat ranjang kini berdiri sambil memperhatikan Zea yang sedang duduk terdiam di ranjang dengan keadaan tubuh yang tenggelam karena memakai hoodie miliknya yang kebesaran itu.
Tatapan mata Sean dan Zea bertemu keduanya bertatapan cukup lama tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari bibir keduanya. Helaan napas berat milik Sean terdengar lalu Sean kembali mengambil nampan yang tadi di letakkannya di nakas dan mendudukan diri di hadapan Zea yang masih duduk diam sambil memperhatikan Sean.
"Makan dulu," ucap Sean sambil menyodorkan sendok yang sudah berisi nasi ke hadapan Zea.
Zea terdiam tak merespon, tatapannya masih terpaku pada Sean. Entah apa yang ada di pikiran Zea saat ini namun Sean dapat menangkap raut sendu di dalam tatapan itu.
Sean meletakan kembali sendok yang di pegangnya itu di piring lalu menyingkirkan nampan itu ke pinggir. Bergerak mendekat Sean membawa tubuh Zea ke dalam pelukannya. Zea tak menolak, di balasnya pelukan Sean dengan erat.
"Jangan di tahan," ucap Sean pelan.
Setelah ucapan itu keluar tak lama terdengar suara isakan dari Zea. Tangan besar Sean bergerak mengelus lembut rambut Zea sesekali di ciumnya.
Tak berselang lama isakan itu kini sudah tak terdengar lagi. Sean menunduk melihat Zea yang tengah menghapus sisa-sisa air matanya dengan hoodie yang sedang di kenakannya.
"Udah?" tanya Sean yang di angguki pelan oleh Zea.
Sean menangkup pipi Zea yang kini terlihat sembab namun terlihat sangat menggemaskan di mata Sean. Hanya dua kali Sean melihat Zea menangis selama Sean mengenal Zea. Pertama saat dulu Zea menolak untuk di jodohkan dengannya dan kedua adalah saat ini.
Sean memiringkan wajahnya lalu mengikis jarak diantara keduanya. Bibir keduanya bertemu, Zea mengalungkan tangannya di leher Sean tanpa menutup matanya dan memilih untuk memperhatikan mata Sean yang kini tertutup namun tetap bergerak-gerak. Sean mencecap tiap jengkal dari bibir Zea yang sungguh membuatnya merasa candu.
Tautan bibir keduanya terlepas namun tidak untuk jarak yang masih dekat diantara keduanya. Mata Sean terbuka dan langsung bertatapan dengan manik mata milik Zea.
"Zea," panggil Sean dengan suara beratnya.
"Tell me please, siapa?" tatap Sean dengan sungguh-sungguh.
Zea diam tak menjawab tangannya justru bergerak menyisir rambut Sean yang berantakan. "Zea," panggil Sean lagi.
Zea menghentikan gerakan tangannya. "For what?"
"Gue akan kasih pelajaran," ucap Sean langsung.
"Tapi jangan berlebihan," ucap Zea.
"Gak jamin," balas Sean cuek.
"Ya gak akan di kasih tahu," ucap Zea tak mau kalah.
Sean tersenyum miring. "Kalo gue mau 5 menit gue bisa langsung dapet satu nama Ze."
Zea terkekeh. "Terus?"
"Gue mau denger langsung dari lo, bajingan mana yang udah berani celakain lo dan calon anak gue," ucap Sean dingin.
Zea tersenyum dengan masih menatap Sean yang raut wajahnya nampak berubah. Satu kecupan di sudut bibir Sean Zea berikan. "Calon Papah yang baik hm?"
"Iyalah, gue yang bikinnya pake acara pura-pura mabok dulu terus se-enak jidatnya mau di celakain orang. Goblok kali kalo gue diem aja!"
Tawa Zea pecah saat mendengar ucapan Sean. "Gemes banget sih," ucap Zea sambil mencubit kedua pipi Sean.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Not) Bad Marriage [END]
Teen Fiction17+ - Menikah untuk Berubah atau Menikah untuk Berulah - Aeris Florenzea, nakal, pembuat onar, bulak-balik ruang BK, dan itu sudah biasa. Asean Vareri Ocean, nakal, pembuat onar, bulak-balik ruang BK, tawuran, bolos, dan bagi Sean pun itu sudah bias...