Permintaan

8.2K 600 16
                                    

Part 38

"Itu tuh yang sebelah sana!" teriak seorang perempuan dengan seragam kebesarannya mengomando seseorang yang kini sedang memanjat sebuah pohon mangga.

Lalu sosok perempuan lain yang juga berada di sana hanya diam di belakang sambil menyandar santai di tembok sambil memperhatikan interaksi dua orang itu.

"Aksa jangan yang itu... yang sebelah sana! Itu masih kecil!"

"Sama aja Zea!" balas Aksa dari atas sambil berteriak. Kini Aksa versi sudah besar ikut memanggil dengan sebutan Zea karena dulu saat bocah dan memiliki perasaan cinta monyet pada Zea Aksa sungguh gemas jika memanggil Zea dengan panggilan Flo tapi tentu saja itu tidak berlaku untuk sekarang. Saat ini, Aksa justru selalu di buat darah tinggi dan sebal dengan kelakuan perempuan itu ya meskipun dulupun sama saja tapi kan dulu tertolong perasaan cinta monyetnya jadi Aksa merasa tidak keberatan.

Zea yang banyak mau dan Aksa yang setengah ikhlas mengambilkan mangga untuk Zea tentu saja tidak akan melewatkan perdebatan sengit. Dan Clarisa yang menonton hanya diam karena jengah. Lengkap sudah.

"Itu masih kecil rasanya pait," protes Zea.

"Yang kayak gini lebih enak Zea," kukuh Aksa.

Zea berdecak kesal. "Turun lo! Biar gue yang ambil sendiri aja!" kesal Zea yang sudah ancang-ancang ingin naik namun suara lain berhasil mengintrupsi.

"Eits berani naik gue potong kaki lo."

Zea menoleh begitupun dengan Aksa yang menunduk dan Clarisa yang memiringkan tubuhnya ingin melihat suara lain yang baru saja terdengar.

Di sana terdapat Sean, Geo Rigel dan Arthur yang kini sedang berdiri sambil menatap ketiganya bergantian.

"Ribut amat nih yang maling mangga," ucap Geo lalu tatapannya terpaku pada Aksa yang masih berada di atas pohon mangga. Tawa Geo tak bisa terelakan ketika tahu siapa yang ada di sana.

"Wihh siapa tuh?" tanya Geo dengan nada yang di buat-buat.

Sean melirik Aksa sekilas lalu menatap Zea yang juga sedang menatapnya. "Kenapa gak bilang gue aja?" tanya Sean yang di balas Zea dengan dengkusan.

Aksa yang berada di atas hanya bisa melongo ketika menyaksikan sendiri bagaiman interaksi antara Zea dan juga Sean. Jadi beneran? Zea itu istri Sean si anak IPS?

"Heh nyet! Udah dapet berapa?" tanya Arthur mampu menyadarkan Aksa yang masih melongo.

Aksa merespon dengan mimik wajah yang tak bisa di kondisikannya karena jujur ini adalah kali pertama berbicara dengan anak IPS terlebih biasanya berbicara hanya ketika ada masalah atau adu debat saja. Namun, berbeda dengan pandangan Arthur yang menilai mimik wajah Aksa yang seolah berkata 'apasih nih orang sok kenal banget'

"Songong bet itu mukanya," bisik Arthur pada Geo di sebelahnya.

Geo yang sudah selesai dengan tawanya justru semakin tertawa ketika melihat raut Aksa. "Turun lo! Planga plongo di atas pohon tar kerasukan tahu rasa," teriak Geo.

Aksa mendengkus namun tak ayal tetap turun membuat Zea yang melihat itu berdecak tak suka. "Kan belum dapet mangganya," protes Zea.

Aksa yang sudah turun dan kini berdiri tegak di samping Zea pun berucap. "Suruh laki lo sana."

Zea mendelik lalu beralih menatap Sean dengan diam. Kini giliran Sean yang mendengkus. "Jangan mangga, tar magh lo kambuh," ucap Sean tahu arti tatapan Zea.

Zea menggeleng tak setuju. "Ambilin," kukuh Zea.

Sean menghela napasnya kasar lalu menatap ketiga sahabatnya dan berucap se-enak jidat. "Ambilin."

(Not) Bad Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang