Damai?

9.1K 679 9
                                    

Part 5

—Happy Reading—

Seorang perempuan dengan rambut sepunggung yang di biarkan terurai itu terus berjalan bolak balik di ruang santai menunggu seseorang yang tak kunjung menampakan diri sejak beberapa jam yang lalu dirinya menunggu.

"Bangsat! Kemana sih tuh manusia?" decaknya merasa kesal dan... khawatir?

Jam sudah menunjukan pukul satu dini hari dan orang yang di tunggunya masih belum ada tanda-tanda akan pulang.

Berdecak, perempuan itu mengutak-atik ponselnya berniat mencari sesuatu. "Apa gue minta Mamah aja?" gumamnya bermonolog. Sedetik kemudian kepalanya menggeleng tanda tak setuju.

"Nggak, nggak! Kalau gue minta Mamah pasti di introgasi dulu," jawabnya sendiri.

Tangan kirinya sudah bertengger di pinggang sedangkan tangan kanannya yang sedang memegang ponsel ia ketuk-ketukan di dagunya pertanda sedang berpikir dan berusaha mencari solusi yang pas.

Lama berpikir namun tak ada solusi yang pas untuknya. "Oh ayolah Zeaa... lo gak sebego itu untuk cari solusi buat masalah sekecil ini. Lagian si Sean goblok banget sih masa gak ngasih nomornya ke gue, sok ngartis banget tuh cowok!" cibir Zea.

Gedoran berasal dari pintu menyadarkan Zea dari segala kekesalan dan umpatannya untuk Sean. Mengernyitkan kening Zea menebak siapa gerangan yang bertamu malam-malam buta seperti ini?

Pikiran negatif langsung terlintas di benak Zea. Jika memang itu adalah Sean orang yang sedari tadi ditunggunya, kenapa tak langsung masuk dan malah menggedor pintu?

"Siapa ya?" gumam Zea menerka-nerka.

Meraih sapu di sudut ruangan Zea mulai melangkah mendekati pintu, berbekal keberanian dan bela dirinya yang di pelajari saat mengikuti ekstrakulikuler Taekwondo di sekolah lamanya yang sebenarnya hanya numpang nama saja, Zea mulai melangkah perlahan memberanikan diri.

"Bego nih orang atau setan atau apalah, udah tahu ada bel ngapa gedor pintu?" monolog Zea yang perlahan mulai membuka pintunya perlahan-lahan.

Baru akan mengangkat sapunya untuk memukul, Zea di kejutkan dengan orang yang ternyata adalah orang yang sama dengan orang yang sedang Zea tunggu kepulangannya itu.

Sean, laki-laki dengan jaket hitamnya itu langsung terhuyung ke depan saat Zea membukakan pintu. Bukannya menahan, Zea justru menyingkir membiarkan tubuh laki-laki itu ambruk dengan wajah yang sukses mencium dinginnya lantai.

Zea meringis melihatnya, uhh... pasti sakit itu.

Bau alkohol langsung tercium di Indra penciuman Zea. Berjongkok, Zea memeriksa kondisi laki-laki itu.
"Heh! Bangun! mabok lo ya?!"

Bukannya menjawab, Sean justru asik dengan racauan tak jelasnya dan jangan lupakan dengan posisinya yang masih mencium lantai membuat Zea menghela napasnya kasar.

Memutar bola matanya malas Zea menatap Sean sejenak. "Ck, belum apa-apa udah nyusahin aja lo jadi suami."

Dengan sekuat tenaga yang Zea miliki kini tubuh besar Sean sudah berhasil terbaring nyenyak di atas kasur. Keringat sudah membanjiri seluruh tubuh Zea membuat suhu tubuhnya kini menjadi panas.

"Buset, tuh badan makan apaan?" gerutu Zea dengan tangan yang sibuk mengibas-ngibas wajahnya merasa gerah.

Baru akan melangkah pergi berniat mengganti baju, namun urung ketika tangan Zea seperti ada yang mencekal. Menoleh, Zea menatap tangannya yang kini sudah di genggam Sean tak lupa dengan racauan tak jelasnya yang tak kunjung berhenti.

(Not) Bad Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang