500 Juta

8.6K 532 19
                                    

Part 25

Hoek... Hoek... Hoek...

Ukhuk... Ukhuk... Ukhuk... Hoek...

Napas tersenggal dengan dada yang naik turun terlihat dari tubuh seorang laki-laki yang kondisinya sudah pucat dan lemas.

"Anjir napa mual banget sih?"

Ukhuk... Ukhuk... Hoek...

Lalu laki-laki itu merogoh ponsel di saku celana abu-abunya berniat menghubungi seseorang. Ketika sambungan telponnya di angkat tanpa basa-basi laki-laki itu langsung mengatakan keinginannya yang membuat seseorang di seberang sana berdecak kesal.

Menyalakan keran air di hadapannya laki-laki itu mulai membasuh wajah dan mulutnya dengan kasar. Mual di perutnya tak kunjung hilang.

Lalu suara pintu terbuka mengalihkan atensinya. Seseorang yang baru saja di hubunginya kini sudah menampakkan diri.

"Lo kenapa?" tanya Zea saat melihat wajah Sean yang tampak pucat.

Sean, laki-laki yang baru saja muntah-muntah itu menepuk-nepuk perutnya pelan. "Gue mual-mual anjir."

Zea melangkah mendekat menuju Sean yang kembali membungkukkan diri di wastafel kamar mandi sekolah. Lalu membantu memijat tengkuk cowok itu. "Masuk angin kali."

Sean menegakkan tubuhnya saat di rasa sudah tidak ada lagi yang ingin di keluarkannya. Menatap Zea dari pantulan kaca di depannya Sean terdiam memikirkan sesuatu juga Zea yang membalas tatapannya.

"Ini bukan pertanda kalo lo lagi hamil kan?"

Deg!

Jantung Zea berdegup kencang saat mendengar penuturan Sean. "Ha-hamil?"

Sean membalikan badannya menghadap langsung pada Zea yang terdiam kaku di tempatnya. Zea menggigit bibirnya tanda gelisah. Apa iya? Zea memang sempat menginginkan untuk segera hamil tapi itu hanya pemikiran sesaatnya ketika di liputi emosi dan kesal. Bukan karena Zea benar-benar ingin cepat hamil.

Zea menggelengkan kepalanya menyangkal segala sesuatu yang kini hinggap di pikirannya. "Mungkin lo cuma masuk angin. Kalaupun hamil yang ngalamin mual-mual itu pasti gue bukan lo," ucap Zea mencoba berpikir positif.

Sean menghembuskan napasnya kasar teringat kejadian beberapa minggu yang lalu. "Ya, semoga."

***

Zea menopang kedua pipinya dengan kedua lengan yang bertumpu di meja, pikirannya kini sedang melanglang buana.

"Gue udah telat datang bulan memang, tapi siklus gue emang selalu random. Itu gak mungkin kan?" gumam Zea pelan dan lirih.

"Kenapa gue jadi takut?"

"Takut apa?" Zea tersentak ketika suara seseorang di sampingnya tiba-tiba terdengar.

"Gak ada," jawab Zea menampilkan aura santainya.

Clarisa memicingkan matanya pada Zea. "Kalo gue bilang gue gak percaya gimana?"

Zea mengalihkan tatapannya. "Terserah," jawab Zea acuh.

Clarisa tak puas dengan jawaban yang Zea berikan, bukan apa hanya saja tak biasanya seorang Aeris Florenzea yang Clarisa kenal menampilkan raut cemas, gelisah juga takut.

Ada apa?

"Cerita sama gue kalo lo anggap gue temen!"

(Not) Bad Marriage [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang