19. Tidak untuk dimainkan!

125 24 2
                                    

Ekhem, Assalamualaikum:v

Up part 19 niii><

Semoga sukaaaa dan selamat membaca🙆❤

Ali terkekeh, menatap Vir mengajak para siswa sholat dzuhur berjamaah. Baiklah, Ali akui ada sedikit demi sedikit perubahan dalam diri Vir sejak menjadi ketua rohis, meskipun niat awalnya adalah modus mendekati Nailah.

Vir yang baru selesai memberi peringatan kepada kelas sepuluh kembali ke kelasnya, kelas sepuluh dilantai bawah, jadi Ali dengan mudah memperhatikan dari kelas sebelas diatas.

Vir menuju kelas dengan napas tersenggal, keringat bercucur deras dipelipisnya, sesekali Vir menyisir rambutnya dengan tangan karena gerah.

"Woy wudhu woy, dekel udah turun semua eh malu dong!" Titah Vir menatap Ali tajam, Vir memasuki kelas dan minum air putih sebentar.

Ali terseyum miring mendengar perintah Ali, "Yang hari pertama sekolah berantem sama ketua rohis, gara-gara gak mau sholat siapa ya?" Sindir Ali.

Vir menyipitkan matanya kesal, "Itu masa laluku Jamal, jangan kau ungkit lagi!" Ucap Vir dramatis.

"Sekali lagi panggil Jamal gue demo, supaya ketua rohis diganti!" ancam Ali kemudian pergi keluar kelas.

Vir mengikuti langkah Ali, seluruh kelas sudah Vir peringati untuk segera berwudhu.

***
Istirahat kedua setelah sholat dzuhur, sebagian murid pergi ke kantin, sebagian ke perpustakaan sebagian lagi diam dikelas untuk tidur.

Ali dan Vir berjalan menuju kelas dengan langkah malas, waktu habis dzuhur benar-benar mengundang kantuk.

Keduanya tak langsung masuk ke kelas, memilih bersandar di dinding samping pintu kelas.

Vir memasukkan kedua tangan ke dalam celana abunya. Sedangkan Ali bersedekap dada.

"Vir." Ali membuka suara.

"Hm?" jawab Vir tak minat.

"Ada guru, salim!" titah Ali, Vir segera mengeluarkan tangannya dan mengecup tangan Pak guru yang lewat itu dan mengucap salam dengan santun.

"Cielah, udah jadi murid idaman aja ni anak." Sindir Ali, melihat perubahan sikap Vir ketika bertemu guru.

"Gue seneng mereka jadiin gue panutan." jawab Vir seraya mengangkat alis dan senyum miring.

"Halah sholeh di sekolah doang aja bangga." sindir Ali.

"Ya gak apa-apa dong Li, gue seneng kok dianggap baik sama mereka. Gue merasa berarti." jawab Vir sambil menghembuskan napas kasar.

"Lo menipu mereka." tukas Ali.

"Why? Apanya yang menipu? Gue gak pernah minta pengakuan bahwa gue baik, tapi tiba-tiba gue banyak divote sebagai salah satu murid teladan. Mereka yang bilang gue baik, ya gue terima." Vir membela dirinya. 

"Kalo mereka tahu diluar sekolah lu hanya anak nakal yang bahkan jarang sholat gimana?" Tanya Ali dengan tatapan tajam, sepertinya pembicaraan mereka mulai serius.

"Di sekolah gue adalah ketua rohis, di luar sekolah ya gue hanya Virendra Akhtar dengan segala kenakalannya. Gue masih menikmati masa muda gue Li, gue bisa lebih baik ketika gue beranjak dewasa." Vir yang mulai pegal memilih menduduki kursi disampingnya.

"Kalau mereka tahu lu berubah hanya karena untuk dapetin Nailah?" Ali ikut duduk di samping Vir.

"Oh ya gue mau tanya, lo tipe langsung cari baru ketika ditolak, kenapa lo segitunya sama Nailah?" Selidik Ali.

Vir menatap Ali sebentar, lantas terseyum.

"Gue gak pernah sebucin itu sama cewek, gue hanya penasaran, dari sekian banyak cewek yang ngejar gue kenapa Nailah malah menghindari gue? Gue lagi menguji kemampuan gue untuk dapetin cewek. Kalau model Nailah yang sok alim sampai dapet, berarti kemampuan gue dalam dapetin cewek gak diragukan lagi." Ucap Vir bangga seraya memukul dadanya pelan.

"Terlalu mustahil gue sebucin itu sama cewek." Tambah Vir

Raut wajah Ali berubah datar, sangat tidak terima dengan pernyataan Ali.

"Lo udah mempermainkan dua hal yang sama sekali bukan untuk dimainkan, lo mainin agama dan wanita." Ucap Ali tegas, matanya menyorot tajam kearah Vir.

"Lo berubah agar segi keagamaan lo terlihat baik dimata cewek, yang sebenarnya lo gak serius juga sama dia." Tambah Ali dengan dingin.

"Kenapa gue harus serius padahal masa muda itu untuk main?" Lagi-lagi Vir membela diri.

"Vir, mendapatkan hati perempuan itu terlalu rendah untuk dijadikan alasan tobat."

"Lo mempermainkan hal yang salah, gimana seandainya Nai tiba-tiba suka sama lo? dan lo ternyata hanya lagi menguji kemampuan gak guna lo. Kalau begitu lo gak jauh beda dengan Papa lo." ucap Ali kemudian berdiri dari kursinya.
"Gak usah bawa-bawa orang tua itu, gue beda sama dia!" jawab Vir, kemudian ikut berdiri hendak masuk ke kelas.

Dilangkah ketiganya Vir mematung menatap Nai yang berdiri di depan kelas, sejak kapan Nai masuk ke kelas dari tadi Vir diam diluar. Jangan-jangan Nai mendengar semua perkataannya.

Tahu perasaan Nai? Sudah jelas  kecewa. Bukan, bukan karena Vir tak benar-benar menyukainya, Nai kecewa karena dirinya seakan jadi bahan taruhan Vir dengan kemauannya. Memangnya Nai apaan?

"Sejak kapan kalian dikelas?" tanya Vir melihat Nai dan Sela bersamaan.

"Sejak kalian salim sama Pak Edo." jawab Sela.

Vir bungkam, mereka benar-benar mendengar semuanya, kursi Sela dan Nai berada di dekat jendela tentu cukup dekat untuk mendengar semuanya.

"Vir, Nailah itu perempuan baik. Jangam seenak jidat jadiin dia buat nguji lo bisa dapetin perempuan apa enggak. Banyak perempuan lain disekolah ini yang lebih dari pantas buat lo deketin, tapi enggak buat Nai. Satu lagi, lo bilang Nai sok Alim, maaf ya, maaf banget, Nai emang anak baik dan siapa pun tahu itu, bukan kayak lo yang caper di sekolah tapi kelakuan nya nakal diluar sekolah." jelas Sela panjang.

"Lo jauhin Nailah kalian udah kayak berlian dan batu koral, jangan ganggu Nai lagi. Harusnya lo sadar, sejak kenal lo Nai banyak dapet masalah bahkan sempet diusir dari rumahnya." lanjut Sela.

"Dan suatu saat murid Parahyangan akan tahu, kalau siswa panutan mereka hanya siswa nakal dan pembangkang." Ucap Sela sebagai penutup, lalu pergi begitu saja meninggalkan Vir dan Ali.

Malah Sela yang terlihat lebih marah, Nai pun kesal tapi memilih diam. Lagi pula untuk apa memikirkan ucapan seorang Virendra, siapa dia?
Nai tetap terlihat tenang, walaupun rasanya ingin menghujani Vir dengan pukulan, itu pun kalau kuat.

"Udah aku bilang kan Sel, dalam diri lelaki tidak ada keseriusan kecuali pernikahan."
Ucap Nai diperjalanan menuju kantin, Nai masa bodoh dengan ucapan Vir, tadi memang kesal sebentar sekarang tidak peduli, jangan sampai butiran debu begitu menganggu pikiran Nai.

"Jadi?"

"Intinya buat aku gak ada keseriusan keculai pernikahan." Nai memperjelas ucapannya.

"Mau cepet-cepet nikah?"

"Bukan gitu, buat aku kalau masih ngajak pacaran lelaki itu gak serius." Nai menduduki kursi kantin.

"Kalau ngajak pacaran karena lagi mempersiapkan pernikahan gimana?" tanya Sela, ikut duduk dihadapan Nai.

"Kalau belum siap nikah ya jangan dulu lah."
Lalu keduanya terkekeh, kenapa tiba-tiba membahas pernikahan, keduanya menuju kantin.

"Eh itu kak Farhan bukan si?" ucap Sela semangat.

Gak kerasa uda part 19, makasi yg uda baca sejauh ini❤

Jangan lupa follow dan vote yak..
Spam komen jugaaa><

Sampai ketemu di part 20👋👀

Eehhh satu lagiii, jangan lupa ajakin temen kalian buat baca change with you:*

Change With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang