26. Pacaran Islami

146 21 5
                                    

PART 26!!!

Ini salah satu part yang penting menurut author, karena disini Nai bener-bener nunjukkin siapa dia

Biar enggak penasaran baca sekarang!

Selamat membaca, mari kita baca❤

***

Dahi Vir di banjiri keringat, hidung dan bibirnya merah, dia kepedasan. Bakso dengan lima sendok sambal, membuat Vir kewalahan.

"Makanya jangan sok kuat!" sindir Ali, sejak tadi Ali melihat Vir lebih sibuk minum dan mengelap keringat, daripada menikmati baksonya.

"Bakso Mang Ucok enggak ada lawan!" sahut Vir, sambil terus berusaha menghabiskan baksonya.

"Hah!" Vir menyerah, baksonya sisa dua butir, dan bibirnya serasa jontor sekarang.

"Nih minum!" Ali menyodorkan teh, sok perhatian.

"Thanks Ali, lo emang the best!" Vir segera meraih gagang gelas itu dan meminumnya cepat.
"Aliando Syaraf! Ini teh panas!" teriak Vir. Percuma, Ali tidak mendengar, di sudah di kasir memesan soft drink.

"Mau yoghurt? Ampuh buat hilangin pedes," seseorang menyodorkan. Vir segera merebut yoghurt itu dan meneguknya sampai tak tersisa.

"Makasih ya Din." Vir tersenyum lega. Ada ingus di hidungnya, karena kepedasan.

"Nih!" Dina menyodorkan tisu. Vir segera mengelap wajahnya dan hidungnya, dan seketika sadar hidungnya basah. "Weh, malu banget, untung bukan Nai." bisik Vir.

"Mau makan bakso juga?" tanya Vir basa basi, menghargai Dina yang sudah memberi minum.

"Udah makan batagor, boleh ikut duduk?" Dina sudah duduk di hadapan Vir.

"Iya duduk aja, ini kursi kan punya kantin." Vir mengalihkan perhatiannya pada ponsel, berusaha agar tidak mengobrol atau tatap muka.

"Masih pedes? Mau aku ambilin minum? Aku mau ambil minum juga nih?" Dina menawarkan, lebih tepatnya agar cowok di hadapannya buka suara.

"Cukup, Ali lagi pesen kok, nah tuh dia." meskipun masih kesal, Vir merasa lega dengan kehadiran Ali, dengan begitu ada alasan Vir mengabaikan Dina.

"Aih sedang apa kalian wahai anak muda?" tanya Ali dramatis, dengan dua kaleng minuman di tangannya.

"Gue cuma ambil dua, lo mau Din? Lo bisa minum punya Vir kok." ucap Ali sekenanya.

"Gue haus, kalo lo mau ambil lagi aja ya!" sahut Vir.

"Aku enggak haus kok, mau ngobrol aja." Dina menopang dagu.

"Boleh." Ali mengangguk kecil, padahal yang ingin Dina ajak bicara itu Vir.

Tidak nyaman, itu yang Dina rasakan. Ia terus bicara tapi lawan bicaranya hanya iya-iya saja, atau sesekali mengangguk.

"Li, ayo kita ngobrol sok serius. Obrolannya bisik-bisik, biar terkesan cuma kita yang boleh tahu, dan kita enggak mau ada orang yang kepo dengan urusan kita,"

Vir mengirim pesan singkat itu pada Ali.
Setelah membacanya, Ali mengangguk paham. Lalu ia memulai aksinya.

Ali mencolek bahu Vir.

"Vir, kucing gue semalam kelayapan, enggak pulang-pulang, mau jadi apa dia coba?" bisik Ali, dengan wajah sok serius.

Vir menggut-manggut, lalu menjawab.

"Iya, kucing itu jadi beban pemiliknya, kayak lo jadi beban teman lo," Vir menjawab dengan wajah seserius mungkin.

"Kalian lagi ngomogin apa?" suara Dina dari sebrang meja, meja itu panjangnya 50cm. Cukup jauh, apalagi Vir menggeser kursi sedikit menjauh dari meja.

Change With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang