45. Suatu Sore Bersama Angkasa

3.4K 669 81
                                    

“Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”

© Story of “Surga di Balik Jeruji” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
“Sebuah momen yang tak bisa terulang atau di cari kembali yaitu bersama kalian”

****

“Ngeliat hujan turun kayak gini, mengingatkan gue sama satu momen.” Abizar mendongak pada langit kelabu yang meluruhkan rintik-rintik hujan. Sedang ponselnya, terus memutar lagu Sheila On 7; ‘Sebuah Kisah Klasik’ dari Spotify.

Alif nyengir. “Mengingatkan apa Bi?” tanyanya sembari menyesap kopi panas. “Masa perjuangan kita waktu jadi mahasiswa?”

“Enggak. Sama Monalisa yang telah berpulang ke Rahmatullah.”

Keyla tersedak gorengan. Dia menatap Abizar tak percaya. “Ya Allah Bi! Mau sampai kapan lo mengenang tuh barang rongsokan? Ikhlaskan Bi! Monalisa sudah tenang. Sudah di jual kiloan.”

“Lo nggak ngerti! Monalisa sudah berkorban banyak buat kita. Ingat? Bahkan tanpa mempedulikan tubuhnya yang renta, Mona membawa kita melaju di jalan licin dan berlumpur menuju penjara,” kata Abi melonkolis, kedua matanya sendu.

“Berkorban banget! Sampai mau membawa kita terjun ke jurang, Mona nggak mau mati sendirian,” celutuk Fitri.

Abizar menghela napas berat. “Dan gue benaran kangen.”

“Lupakan Bi! Lo udah punya yang baru.” Alif berseru menunjuk pada mobil baru milik Abizar. “Mobil impor lagi, kurang apa coba? Monalisa kalah sama tuh BMW.”

“Bukan sama Mona tapi sama kalian.”

“Ih! Si Abi. Tumben banget lo kangen sama kami?” Alya langsung cekikikan, tidak jadi meminum kopinya. “Ada yang nggak beres sama Abi. Apa ini ada hubungannya sama film lo yang gagal masuk nominasi penghargaan Cannes?”

Abizar tidak mengubris perkataan Alya. Dia larut dalam sentimental hujan. “Kalian tau, sejauh gue melalang buana, terbang ke penjuru dunia…”

“Cakeep!” Alif menyela. Tertawa.

“Tapi tak mampu jua mengisi hati gue yang ternyata sudah diisi oleh kenangan kita bersama.”

“Tarik Sist!” Alif semakin bersemangat. “Semongko!”

“Rumah ternyata tempat terbaik. Teman ternyata sandaran terhebat, gue nggak bisa menemukan itu di tempat lain, di belahan mana pun, bahkan di kutub utara sekali pun!”

“Ya iyalah, di kutub utara nggak ada orang. Cuma ada beruang kutub!” Kelya mendengkus. “Yang waras ngomongnya Bi.”

Lagi, Abi tidak peduli. Lanjut berkata dengan ekspresi mendalam penuh cinta, walaupun tangannya masih menyasar, bertempur, memperebutkan gorengan di atas piring dengan Keyla dan Fitri.

Surga Di Balik Jeruji | SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang