43. Tugas Alya Sahira

3.7K 759 170
                                    

“Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”

© Story of “Surga di Balik Jeruji 2” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.
.
.

“Terus mencoba kalau begitu. Aku akan selalu ada buat kamu, akan selalu menunggu kamu. Itulah tugas seorang Alya Sahira.”

***

Perhatian Alya tertuju sepenuhnya pada seorang lelaki yang sedang melaksanakan shalat. Hatinya terluka melihat Daffa dalam keadaan sakit berusaha untuk shalat sebagai mestinya namun kedua kaki dan tubuhnya tidak mampu dan akhirnya terpaksa berbaring menyembah Allah.

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh.” Daffa mengucapkan salam. Menyelesaikan shalat Isya.

Alya membungkuk, meraih tangan Daffa untuk dicium. “Sekarang istirahat yah, kamu keliatan capek banget hari ini.”

“Temani aku.” Daffa meminta.

Alya menatap lekat Daffa. Setelah Galih Handoko pulang, setelah dia mendengar penjelasan Galih, kesehatan Daffa sedikit menurun, wajahnya kembali pucat dan bernapas pun terlihat sulit.

“Tentu, Alya temani. Alya mau pergi kemana? Daffa kan ada di sini.”

Alya naik ke atas tempat tidur, memeluk tubuh Daffa. Tubuh lelaki itu sangat dingin dan dia terus gemetar. Daffa melingkarkan kedua lengannya di pinggang Alya, bersandar mencari ketenangan.

“Benar kamu nggak papa? Perlu aku panggilin Dokter Yulianto?” Alya menawari.

“Cukup kamu.” Daffa menyandarkan kepalanya di pipi Alya. “Aku cuma butuh kamu.”

Kedua mata Alya memanas, ingin sekali dia menangisi kondisi Daffa. Dia tidak suka melihat suaminya terbaring di tempat tidur, tidak menyukai jarum infuse yang menusuk punggung tangan dan juga selang oksigen yang harus lelaki itu kenakan kembali.

Kamar rawat sunyi. Semua orang pulang. Semua pergi dengan kondisi marah. Terutama setelah mendengar keputusan sepihak Daffa.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

“Mendonorkan hati? Demi Allah Daffa. Kondisi kamu saja seperti ini. Bagaimana bisa kamu mendonorkan hati?” Laila berkata penuh amarah setelah kepulangan Galih.

Daffa diam. Dia menundukkan kepala. Tidak membalas perkataan dan tatapan semua anggota keluarga.

“Nak, coba kamu pikirkan kembali.” Guntur membujuk. “Kamu dengar apa kata Dokter Yulianto? Dia bilang kamu nggak memenuhi syarat sebagai pendonor.” Dan dia menoleh pada Yulianto yang menghela napas berat. “Bukan begitu kan Dok?”

Surga Di Balik Jeruji | SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang