Kehidupan Daffa Raffan berubah ketika dia terbebas dari penjara. Ia menjadi seorang mahasiswa, seorang pegawai perusahaan mabel dan juga seorang suami dari perempuan yang dia cinta, Alya Sahira. Dia mendapatkan kebahagiaan yang tidak pernah dimiliki...
“Fajar meninggal dalam sepi. Dalam kesendirian. Dalam rindu pada Senja dan juga Mentari.”
***
Langkah Mentari berhenti di depan sebuah masjid berkubah merah, di mana seorang lelaki tua terkejut melihat kedatangannya, menjatuhkan tongkat pel yang dia pegang.
Imron Fatoni tertegun.
“Anda?”
“Kita pernah bertemu sebelumnya bukan?” Mentari berhadapan dengan Imron. “Di pernikahan Farhan. Waktu itu Anda berkata bahwa saya mirip dengan seseorang.” Dia mengingatkan.
Imron mengangguk. “Tentu saja dan sepertinya dugaan saya benar. Anda adalah Mentari Azhar. Ternyata Anda masih hidup.”
Lelaki itu sejenak mengamati penampilan Mentari lalu pada mobil hitam mewah yang menunggu di luar halaman masjid. Mentari datang bersama seorang asisten laki-laki yang pernah bersikap kasar kepada Imron beberapa waktu lalu.
“Bagaimana Anda bisa menemukan saya?” tanya Imron.
“Saya mencaritahu tentu saja,” jawab Mentari. Lugas. Walaupun Imron memperlihatkan ekspresi tidak suka. “Ada yang ingin saya tanyakan, yaitu bagaimana Anda bisa mengenali saya.”
“Saya mengenali Anda dari selembar foto.”
“Selembar foto?”
“Foto milik Fajar Azhar, dari sanalah saya bisa mengenali Anda,” beritahu Imron dan membuat kerutan dalam di kening Mentari. Jelas bingung. “Saya teman suami Anda, Fajar Azhar dan saya juga ayah angkat putra Anda, Senja Azhar.”
“Ayah angkat?” Mentari mengulang perkataan Imron. “Kenapa Senja memiliki ayah angkat?”
“Tampaknya Anda tidak tahu apa pun,” ucap Imron sangat kecewa. “Tentang Senja, apa Anda sama sekali tidak tahu? Tentang hidup yang Senja harus jalani? Bagaimana dia menderita dan terpenjara? Apa sungguh, Anda tidak tahu sama sekali?”