50. Amarah Senja

3.4K 645 68
                                    

“Cerita ini fiktif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cerita ini fiktif. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan”

© Story of “Surga di Balik Jeruji 2” by @NailaAfra
.
.
.
.
.
.

“Kamu berlindung dari luka yang kamu ciptakan sendiri”

***

Musik dilantunkan dengan hentakan keras, memekakkan gendang telinga bersahutan dengan hingar-bingar para manusia yang menikmati, terus menari tanpa lelah, dimabuk oleh alkohol dan mungkin sececap bubuk narkoba yang membuat mereka terlarut dalam halusinasi. Lampu-lampu berpedar tiada henti, ikut meramaikan tempat yang disebut tidak pernah tertidur.

Di sinilah Bima Handoko kembali. Duduk di kursi favoritnya di depan bartender, menikmati bergelas-gelas miras, tapi anehnya tak jua memabukkannya. Kenikmatan dunia malam—para perempuan cantik menggoda dan musik bergema—ternyata tidak cukup mampu memadamkan api yang berkobar di dada.

“TIDAK BOLEH TERJADI!” Bima seketika berteriak, menghentakkan gelas ke atas meja dan membuat permukaan dasar gelas pecah. “Akhir yang bahagia? Tidak boleh terjadi. Mereka harus merasakan penderitaan yang sama denganku!”

Tidak satu orang pun yang berani mendekat. Bahkan si bartender memilih menjauh, tampak paham peringai Bima yang sewaktu-waktu meledak dan menyalurkan amarahnya pada sekitar. 

Bima meraih botol minuman dari atas meja dan menegaknya langsung. Kobaran api kemarahan di dada tidak berhenti padam, terutama saat dia teringat kembali pada kejadian sore tadi, saat dia mendatangi rumah tempat Haifa bersembunyi, melihat dengan keduanya mata sendiri, Daffa berhasil membujuk Haifa untuk pulang. Bima melihat perempuan yang dia benci—yang mengambil Syifa dari hidupnya—menyambut tangan Galih dan masuk ke dalam mobil, kembali ke kediaman Keluarga Handoko.

“Nyonya Haifa setuju untuk melakukan tindakan operasi Tuan Bima,” beritahu Irvan melalui sambungan telpon sore itu. Saat dia menggiringi mobil Haifa yang melaju pulang. “Itu yang saya dengar langsung dari Tuan Handoko, dia meminta rumah sakit untuk menyiapkan kamar untuk Nyonya Haifa. Daffa Raffan setuju menjadi donor hati dan Nyonya Haifa tampaknya tidak keberatan untuk menerimanya lagi.”

Bima begitu marah saat itu! Dia terus berteriak, memukul setir mobil berkali-kali. Mengutuk dunia tempat dia tinggal. Merasa Tuhan tidak adil kepadanya, saat semua orang bahagia hanya dirinya yang menanggung luka.

“Seharusnya mati! Seharusnya mati!” Bima berucap dengan seringai menakutkan. Air alkohol mengalir dari sisi bibir ke dagu. “Mati! Seharusnya mereka mati. Jadi tidak ada akhir bahagia untuk kisah mereka. Kita memiliki nasib yang sama.” Dia bergumam dengan suara melindur.

Botol miras yang dia pegang telah habis. Dia mengambilnya lagi dari atas meja, Bartender tidak mampu mencegat, tampak takut saat delikan Bima mengarah kepadanya. Dia minum lagi, sampai tumbang kalau perlu.

Surga Di Balik Jeruji | SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang